Mohon tunggu...
Fajri Arifin
Fajri Arifin Mohon Tunggu... -

biasa-biasa aja...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

60 detikku di bawah lampu merah depan pintu satu UNHAS

24 Februari 2011   15:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:18 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesaat kutertegun di bawah lampu merah pintu satu Unhas, angka masih menunjukkan 57 pada lampu merah di sudut kiri atas kepalaku. Kuperhatikan sosok tubuh yang berbalut kain sarung lusuh di hadapanku, dengan ikat kepala baju kaos kecil yang di balik menjadi seperti sebuah kerudung,dia menggendong seorang anak bayi mungil sekitar 1 tahun umurnya, dan di tangan kananya ada sebuah gelas plastik besar berisi beberapa uang koin, sesekali di bunyikan sehinga menghasilkan bunyi "klok...klok". cici namanya seorang anak kecil berumur sekitar 13 tahun, saya sangat mengenalnya karena dia adalah salah seorang dari muridku di sekolah alternatif yang kami buat bersama teman-teman mahasiswa lainnya. Komunitas Pecinta Anak Jalanan namanya kami menyingkatnya dengan sebutan KPAJ, bermula dari sebuah keisengan membuat grup di facebook dan akhirnya grup ini bertindak nyata membuat sebuah sekolah-sekolahan di sekitaran kampus UNHAS, di lapangan hijau kami menggelar tikar setiap hari ahad dan sembari bercengkrama kami mengulas sedikit tentang matematika, ternyata si cici sangatlah susah matematikanya, baca tulisnya pun sangat payah, padahal seharusnya anak seusia dia sudah sekolah di bangku SMP kelas 1. tidak sedikit dari anak-anak ini menghadapi hal yang sama, kami berhasil mengumpulkan sampai 50an anak yang senasib dengan si cici.

angka menunjukkan 55 di lampu merah sudut kiri atas kepalaku... sesekali dia tersenyumkearahku sambil menaikkan alis, dan tetap melanjutkan kegiatannya yaitu mengemis. Setahunsudah lebih 9 hari kami berjuang di KPAJ... setelah sekolah ahad yang berhasil menggaet mereka dari segala penjuru untuk datang, dan bahkan yang bukan anak jalanan pun berdatangan untuk belajar atau sekedar bermain, volunteer-volunteer dari berbagai kampus pun berdatangan mereka tahu dari facebook, twitter, dan koprol yang kami buat akunnya. KPAJ pun pernah diliput di berbagai koran seperti tribun timur dan majalah Opium, itu juga yang membuat tambah banyaknya para relawan yang datang.

Sekarang tepat tanggal 24 februari 2011 kami sudah punya sekretariat sendiri yang kami beri nama rumah KPAJ, kami punya usaha kripik singkong yang kami beri nama makassar cassava chips, dan kami mempekerjakan si cici, si sarina, dan si riki di usaha ini, tugasnya cukupmudah, hanyalahmemotong2 kecil singkong yang sudah saya beli, menggoreng dan mengaduknya dengan bumbu tabur yang sudah di beli pula di pasar setelah itu dikemas di plastik dan siap untuk dipasarkan. saya berharap dengan ini semua mereka tidak lagi turun ke jalan mengemis. saya bilang ke cici "ci, saya gajiko 10 ribu per hari disini" trus dia bilang "wah, sayabisa dapat 50rb sehari di jalan". Hal ini membuat saya harus berfikir extra keras, sambilmenyelesaikan Skripsiku yang tertunda-tunda karena KPAJ (saya tidak mau menyalahkan KPAJkarena ini memang pilihanku) dan sayalah pendiri KPAJ.

angka di atas sudut kiri kepalaku menunjukkan 25 dan terus berkurang... masih kuperhatikan si cici dari jarak jauh, disana ada sarina pula, dan beberapa anak-anak lainnya yang biasa datang di sekolah ahad KPAJ. kalau Rp 50.000 perhari berarti kalau di kali 30 hari sama dengan Rp 1.500.000 sedikit lebih di atas dari upah minimum regional daerah makssar. sungguh hebat mereka. dan sungguh bodohnya masyarakat yang memberinya uang tiap hari.saya menemukan kata bijak seperti ini di dalam benakku "dengan memberikan mereka uang dengan cara mudah, maka anda turut menambah jumlah mereka di jalan". Ya lampu merah memangsebuah surga bagi mereka, sedikit berwajah memelas akan mendapat segepok uang.

angka menunjukkan 20 di panel panel merah atas kepalaku. Asap motor menderu di seklilingku... "bruuum... bruuum... sesekali pengendara di sebelah kananku mengencangkan

gas motornya tak sabar lagi menunggu angka nol di panel merah itu... "ka' ka' sembari memelas dan menunjukkan muka kasihan seorang anak yang tidak kukenal berdiri di sampingku, "hmmm... siapa namamu dek?" dia tidak bergeming sambil celingak celinguk... usianya sekitar 6 tahunan wajah cukup bersih dengan baju kaos yang lusuh. Ternyata bertambah lagi satu fikirku.

Pernah aku berbagi cerita dengan seorang yang kuanggap guru, dia bilang "kau haruslah sekuat negara untuk menuntaskan mimpi-mimpimu itu, karena negara yang punya kekuatan dan kemampuan". Aku berfikir terbalik, aku yakin tidak sedikit orang-orang yang ingin melihat "hal ini menjadi lebih baik" cuma diantara sekian banyak orang itu ada hal mendasar yang membuat mereka berbeda. Kontribusi dan komitmen, maka perlulah penataan kontribusi ini, dan juga penataan komitmen semacam standard operasional prosedur dan model kontrak kerja dalam kurun waktu tertentu, nah atas dasar itu maka ide tentang 4 ruang kontribusi aku cetuskan.Ada orang yang bisanya hanya mengacungkan jempol terhadap hal-hal yang berbau positif ini silahkan masuklah ke ruang "simpatisan", ada orang yang bisa bahkan berkorban lebih jauh misalnya turut membantu mengulum senyum di hadapan anak-anak ini bahkan mengajari mereka untuk hidup lebih baik nah yang ini silahkan masuk ke ruang "volunteer", ada pula yang sibuk tak ketulungan tapi kepedulian mereka di wujudkan dalam bentuk donasi. dan ada pula yang yang harus mengatur supporting system dari semua ini, semacam lembaga manajer dalam mengatur lalu lintas kebijakan, dan aku belumlah mengerti banyaktentang hal-hal yang berbau manajer-manajer itu. Saya punya keyakinan setiap perubahan yang dilakukan dalam sebuah kultur masyarakat haruslah ada "pemantik", pemantik ini haruslah cukup besar agar bisa menyalakan api dan membakar semua sampah-sampah anak jalanan agar bersih.

Saya sadar bahwa persoalan anak jalanan ini hanyalah salah satu ujung masalahketatabernegaraan kita yang tidak apik pengaturannya. mungkin kata kunci yang bisa mewakilinya adalah -kemiskinan, pengangguran, dan kebodohan- kalau mau di breakdown lagi kita akan menemukan pemerataan ekonomi yang jauh timpang dari pada rata,ketidaktersediaan lapangan kerja di negara yang kaya ini, system pendidikan yang tidak menghasilkan orang cerdas tetapi orang-orang yang mencari "zona aman" untuk dirinya sendiri dan keluarga atau golongannya. Untuk hal yang lebih jauh saya tidak mau mempertanyakan apa arti pancasila buat "anda para pembaca" dan tentunya teguran pula buat diriku sendiri.

Beragam sudah aksi dan reaksi yang dilakukan dari teman-teman yang sepaham akan keadaan,dari aksi simpatik tentang harapan perubahan ke arah yang lebih baik, aksi reaktif dan bahkan aksi anarkis, mungkin itu semua adalah cara mengapresiasikan keresahan yang dirasakan. Yang mana anda pilih kawan, aksi reaktif atau aksi konstruktif....?

pernahkah para pembaca sekalian berfikir bahwa ketika guru kita mendidik kita dulu pastilah dia mendidik dirinya lebih dari pada kata-katanya terhadap kita. mungkin sama dengan filosofi jari telunjuk yang satu mengarah ke orang yang di tunjuk yang tiga lainnya mengarah ke diri sendiri ketika kita menunjuk orang lain. bahwa mendidik orang lain itu pada dasarnyaadalah mendidik diri sendiri. "mendidik adalah kewajiban setiap orang" itu kata Pak Anis Baswedan pada salah satu acara Indonesia Mengajar. Bayangkanlah jika setiap orang merasa berkewajiban untuk mendidik, kira-kira akan terjadi perbaikan pada diri sendiri dan terciptalah nuansa perbaikan di mana-mana, nilai-nilai kejujuran, nilai

kesopanan, tata krama seperti yang diajarkan orang-orang terdahulu kita tentang arti siri' na pacce' nilai-nilai kebenaran adalah nilai yang general. kita semua akan bertemu pada titik kebenaran, ketika kita semua "ikhlas".

think global and take local, berfikir global dan ambil satu item kehidupan untuk di perbaiki dan dirawat.

just for a better future...

salam peduli anak jalanan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun