Mohon tunggu...
Fajar Yudo
Fajar Yudo Mohon Tunggu... -

seorang pengangguran yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia – Malaysia, Negara Serumpun yang Rukun

3 September 2010   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata – kata seperti Gayang Malaysia, bungkus, libas,Malingsia hingga sweping penduduk Malaysia yang saat ini tinggal di Indonesia, hampir tiap hari menjadi topik diberbagai media dan selalu menjadi perbicangan hangat diberbagai lapisan masyarakat diseluruh nusantara.

Sebenarnya peristiwa ini dipicu, saat menjelang peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke 65. Peristiwa ini terjadi saat 3 petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia yang sedang menangkap para nelayan Malaysia diperairan Indonesia, malah akhirnya ditangkap dan ditahan oleh petugas keamanan laut Malaysia.

Peristiwa ini jelas sangat memukul perasaan, harkat dan martabat rakyat Indonesia, yang saat itu tengah memperingati hari ulang tahun kemerdekaannya. Pasang surut hubungan Indonesia – Malaysia sebenarnya sering mengalami masalah, seperti kasus Dwikora, Sipadan – Ligitan, Ambalat, dan seni kebudayaan bangsa yang banyak diklaim milik Malaysia.

Pasang Surut Hubungan Indonesia - Malaysia

Sejarah Dwikora (Konfrontasi Indonesia – Malaysia)

Konfrontasi ini berawal dari keinginan dari negara Malaysia untuk menguasai wilayah Brunei, Singapura, Serawak, dan Sabah yang tidak sesuai dengan perjanjian “Manila Accord”.

Keinginan tersebut akhirnya mendapat tentangan dari Presiden Soekarno (Indonesia), yang menganggap bahwa Malaysia adalah “Boneka Inggris”.

Pada akhirnya, terjadilah demostrasi Anti – Indonesia di Kuala Lumpur, yang berlangsung pada tanggal 17 September 1963. Para demostran menyerbu KBRI, merobek foto presiden Soekarno, hingga membawa lambang negara Garuda Pancasila didepan Perdana Menteri Malaysia, Tunku Abdul Rahman untuk menginjak Lambang negara Garuda Pancasila.

Peristiwa demostrasi Anti – Indonesia di Kuala Lumpur, akhirnya membuat murka Presiden Soekarno dan meplokamirkan “Ganyang Malaysia” :

Kalau kita lapar itu biasa Kalau kita malu itu juga biasa Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia , kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya. Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat. Yoo...ayoo... kita... Ganjang... Ganjang... Malaysia Ganjang... Malaysia Bulatkan tekad Semangat kita badja Peluru kita banjak Njawa kita banjak Bila perlu satoe-satoe! Soekarno. (disunting dari wikipedia) Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mengumandangkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya adalah

·         Pertinggi ketahanan Revolusi Indonesia.

·         Bantu perjuangan Revolusioner Rakyat Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia.

Seiring dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, keinginan untuk berperang dengan Malaysia akhirnya menjadi mereda. Dan pada tanggal 20 Mei 1966 di sebuah Konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan Pemerintah Indonesia sepakat untuk menyelesaikan masalah konflik, dan penandatangan perjanjian perdamaian dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 1966.

Peristiwa Sipadan dan Ligitan

Peristiwa ini adalah sengketa antara negara Indonesia dan Malaysia dalam merebutkan sebuah pulau yang terletak di selat Makasar, di Pulau Sipadan dan Ligitan.

Pada tahun 1998, masalah sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ini dibawah ke ICJ, dan pada tanggal 17 Desember 2002, ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia, dan hasilnya Mahkamah Internasional memutuskan bahwa sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia.

Peristiwa Ambalat

Ambalat adalah sebuah blok laut yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makasar dengan luas mencakup 15.235 kilometer persegi.

Peristiwa ini bermula pada tanggal 21 Februari 2005 di Takat Unarang (Karang Unarang), sebanyak 17 pekerja Indonesia ditangkap oleh awak kapal perang Malaysia (KD Sri Malaka).

Angkatan laut Malaysia mengejar nelayan Indonesia keluar Ambalat.

Malaysia dan Indonesia memberikan hak menambang ke Shell, Unocal dan ENI.

Berkaitan dengan itu pula surat kabar Kompas mengeluarkan berita bahwa Menteri Pertahanan Malaysia telah memohon maaf berkaitan perkara tersebut.

Berita tersebut segera disanggah oleh Menteri Pertahanan Malaysia yang menyatakan bahwa kawasan tersebut adalah dalam kawasan yang dituntut oleh Malaysia, dengan itu Malaysia tidak mempunyai sebab untuk memohon maaf karena berada dalam perairan sendiri.

Sejajar dengan itu, Malaysia menimbang untuk mengambil tindakan undang-undang terhadap surat kabar KOMPAS yang dianggap menyiarkan informasi yang tidak benar dengan sengaja.

Pemimpin Redaksi Kompas, Suryopratomo kemudian membuat permohonan maaf dalam sebuah berita yang dilaporkan di halaman depan harian tersebut pada 4 Mei2005, di bawah judul Kompas dan Deputi Perdana Menteri Malaysia Sepakat Berdamai.

Pada koordinat: 4°6′03.59″N 118°37′43.52″E / 4.1009972°LU 118.6287556°BT / 4.1009972; 118.6287556 terjadi ketegangan yang melibatkan kapal perang pihak Malaysia KD Sri Johor, KD Buang dan Kota Baharu berikut dua kapal patroli sedangkan kapal perang dari pihak Indonesia melibatkan KRI Wiratno, KRI Tongkol, KRI Tedong NagaKRI K.S. Tubun, KRI Nuku dan KRI Singa[6] yang kemudian terjadi Insiden Penyerempetan Kapal RI dan Malaysia 2005, yaitu peristiwa pada tgl. 8 April 2005 Kapal Republik Indonesia Tedong Naga (Indonesia) yang menyerempet Kapal Diraja Rencong (Malaysia) sebanyak tiga kali, akan tetapi tidak pernah terjadi tembak-menembak karena adanya Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Skep/158/IV/2005 tanggal 21 April 2005 bahwa pada masa damai, unsur TNI AL di wilayah perbatasan RI-Malaysia harus bersikap kedepankan perdamaian dan TNI AL hanya diperbolehkan melepaskan tembakan bilamana setelah diawali adanya tembakan dari pihak Malaysia terlebih dahulu.

Shamsudin Bardan, Ketua Eksekutif Persekutuan Majikan-majikan Malaysia (MEF) menganjurkan agar warga Malaysia mengurangi pemakaian tenaga kerja berasal dari Indonesia

Pihak Indonesia mengklaim adanya 35 kali pelanggaran perbatasan oleh Malaysia.

Tgl 24 Februari 2007 pukul 10.00 WITA, yakni kapal perang Malaysia KD Budiman dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh satu mil laut, pada sore harinya, pukul 15.00 WITA, kapal perang KD Sri Perlis melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh dua mil laut yang setelah itu dibayang-bayangi KRI Welang, kedua kapal berhasil diusir keluar wilayah Republik Indonesia.

Tgl 25 Februari 2007 pukul 09.00 WITA KD Sri Perli memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard yang akhirnya diusir keluar oleh KRI Untung Suropati, kembali sekitar pukul 11.00, satu pesawat udara patroli maritim Malaysia jenis Beech Craft B 200 T Superking melintas memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard, kemudian empat kapal perang yakni KRI Ki Hadjar Dewantara, KRI Keris, KRI Untung Suropati dan KRI Welang disiagakan. (disunting dari wikipedia)

Dari berbagai peristiwa pasang surut hubungan antara negara Indonesia – Malaysia, saya dapat menyimpulkan sebagai berikut :

·         Menurut analisa saya, peristiwa pada saat Bung Karno meplokamirkan “Ganyang Malaysia” merupakan suatu kemarahan (murka) seorang pemimpin bangsa (Indonesia), atas perobekan foto dirinya (Bung Karno) sebagai pemimpin bangsa. Dan penginjakan Lambang Negara Garuda Pancasila, telah menginjak harga diri dan martabat rakyat Indonesia.

·         Setelah Bung Karno, memplokamirkan Ganyang Malaysia, sekita 2jutaan rakyat Indonesia yang mendaftar sebagai sukarelawan perang melawan Malaysia.

Ketika peristiwa Ambalat terjadi pada tanggal 21 Februari 2005, beberapa hari kemudian, tepatnya 1 Maret 2005, pemerintah mengumumkan kenaikkan Bahan Bakar Minyak dari harga 1.800,- menjadi 2.250,-.

·         Menurut analisa saya, jika harga BBM naik, dipastikan biaya produksi ikut naik, dan secara otomatis harga – harga barang (sembako) ikut naik pula. Padahal di tahun yg sama harga BBM mengalami 2 kali kenaikkan, dan melambung (naik) 2 kali lipat dar 2.250 menjadi 4.500,-

·         Tradisi di Indonesia jika ada  kenaikkan BBM, masyarakat biasanya resah dan mahasiswa pada akhirnya turun kejalan untuk melakukan pemprotesan.

Ketika 17 Agustus 2010, presiden telah memberikan remisi kepada sang besan Aulia Pohan cs dengan bebas hukuman, bersamaan sebelumnya ada peristiwa penangkapan 3 pegawai Dinas Kelautan dan Perairan ketika akan menangkap nelayan malaysia yang mencuri ikan diperairan Indonesia, yang akhirnya malah ditangkap oleh pihak Kepolisian Malaysia.

Mengamati beberapa peristiwa diatas, saya jadi bertanya, mengapa saat ada peristiwa penting di Indonesia selalu terjadi peristiwa (ketegangan) dengan negara tetangga Malaysia.

Kembali kesejarah silam :

Kita tahu, bahwa bangsa ini pernah dipropaganda atas peristiwa G 30 S/PKI dengan gugurnya 7 Pahlawan Revolusi, yang dibunuh dengan cara yang sangat mengenaskan (disiksa terlebih dahulu). Dan pada akhirnya terjadi drama berdarah “pembunuhan massal” terhadap aktivis PKI, yang sampai saat inipun sejarah tersebut masih buram.

Untuk menghadapi Malaysia sebenarnya hanya satu yaitu SPIRIT seperti tulisan yang saya kutip dari tulisannya pak Prayitno Ramelan.

Spirit atau semangat sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa ini, menghadapi ancaman dari dalam dan luar negeri.

Menurut saya, masyarakat telah terkuras energinya dalam peristiwa ketegangan dengan Malaysia. Padahal urusan dalam negeri sendiri banyak yang belum tuntas, seperti Kasus Century, tabung gas LPG yang sering meledak, pembangunan gedung DPR yang menghamburkan negara, dan masalah – masalah nasional lainnya.

Untuk disimak :

Ketika saya mengantar istri kontrol kandungan di RS Mitra Keluarga Depok, saya sempatkan untuk membaca surat kabar Tempo, yang intinya mengatakan Malaysia mengobarkan semangat Patriotisme Rakyatnya untuk menghadapi ancaman dari dalam maupun luar negeri.

Dihari yang sama, ketika saya baca kompasiana, malah terjadi keributan antar kompasianernya gara – gara postingan ketegangan antara Indonesia – Malaysia.

Sungguh membuat saya geli dan tertawa sendiri, menurut saya Bagaimana Indonesia mau maju? Dilingkup yang kecil seperti kompasiana begini saja sudah terlihat tidak kompak.

Pesan saya :

·         Nasionalisme jangan hanya dijadikan Slogan

·         Patriotisme harus selalu kita kobarkan

·         Ingat berapa juta rakyat Indonesia yang telah hidup menetap di Malaysia, Apakah anda mau berperang dengan saudara sendiri ?

 

Kesimpulannya : Indonesia – Malaysia adalah negara serumpun yang rukun.

Indonesia – Malaysia, mempunyai keterkaitan perekonomian.

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun