Surabaya, Surabaya oh Surabaya, kota kenangan yang tak kan terlupa, disanalah kami berjuang bertaruh nyawa. Surabaya yang kita kenal dengan sebutan kota Pahlawan, dimana, pada tahun 1945 tanggal 10 November, di Surabaya, tepatnya daerah Jembatan Merah (karena banyak tetesan darah dari para pejuang kita yang telah gugur, membasahi tanah ibunya) telah terjadi kontak senjata antara para pejuang kita arek-arek Suroboyo dengan sekutu yang menyerang dengan membabi buta, memborbardir pejuang kita melalui darat, laut dan udara. Sungguh pertarungan tidak seimbang antara tentara Sekutu dengan pesawat tempur, tank, kapal perang dan senjata otomatis yang dilawan hanya dengan bambu runcing.
Akan tetapi hasilnya?
Dengan semangat perjuangan rela berkorban demi negara Indonesia yang tercinta ini, dan semboyan "Merdeka atau Mati" membuktikan bahwa melalui tekad yang bulat, perjuangan tanpa pamrih dan memohon do'a kepada Tuhan Sang Pencipta serta restu ayah-bunda, maka pertempuran sengit itu akhirnya dimenangkan oleh pejuang kita arek-arek Suroboyo dan sebagai penghargaan untuk mengenang pertempuran tersebut, disebelah selatan dari Jembatan Merah dibangun oleh Presiden Soekarno, sebuah monumen yaitu Tugu Pahlawan. Ya, seharusnya dalam kehidupan ini kita selalu mengenang jasa-jasa pahlawan kita, bukanlah suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang mau mengenang dan melanjutkan perjuangan pahlawannya.
Bagaimana dengan anda? Apa yang sudah anda lakukan untuk bangsa Indonesia yang tercinta ini?
SBY atau singkatan dari Surabaya. Pada judul diatas kami mempunyai kepanjangan dari Surabaya adalah SURgA BAgi saYA jika SelalU beRdo'A untuk iBu dan AYAh. Suatu do'a yang mulia dari seorang anak sholeh dan sholehah untuk medo'akan kedua orang tuanya yang telah membesarkan dan mengasihi serta sayangi kita sewaktu kita masih kecil.
Menurut pandangan kami, perjuangan jihad yang terbesar selain melawan nafsu syetan, perjuangan seorang ibu dalam mengandung dan melahirkan seorang anak adalah perjuangan jihad yang terbesar. Bagaimana seorang ibu dengan susah-payah mengandung kita selama 9 bulan 10 hari, dengan menahan rasa sakit akibat mual diperutnya, tidak dapat makan dengan nikmat seperti saat sebelum hamil, dengan muka pucat-pasi akibat kurang makan dan aktivitas kerja yang dari hari ke hari semakin mengganggu dan berat. Ya perjuangan yang tanpa henti ketika kita lahir hingga balita, kita masih merepotkan kedua orang tua kita dengan segala pelayanannya yang penuh kasih dan sayangnya, tahukah anda jika sewaktu kecil dulu, kita selalu meminta mainan ini-itu walau kita tidak tahu bahwa sebenarnya orang tua kita mempunyai uang apa tidak. Bahkan ada yang demi buah hati tercintanya mereka mau melakukan pekerjaan apa saja termasuk pekerjaan yang berurusan dengan bui.
Sewaktu kita dewasa dan sukses terkadang kita lupa akan jasa orang tua kita, seperti bangsa Indonesia ini yang sudah tidak mempunyai rasa hormat dan santun lagi terhadap jasa pahlawannya seperti kasus yang menimpa dua janda pahlawan kita yang diseret di meja hukum. Bagaikan cerita legenda malin kundang yang durhaka terhadap ibunya. Ya, saat kita sukses terkadang kita terlena dengan harta yang kita punyai, kecantikan istri atau kegagahan suami, dan cakepnya bayi-bayi kita.
Akan tetapi.....
Sewaktu kecil, disaat kami mengaji, ustad kami bercerita tentang nabi besar Muhammad SAW, pada zaman itu berkumpulah sahabat-sahabat nabi, dan diantara seorang sahabat nabi bertanya siapakah yang patut kami sembah (bisa kita artikan sungkem) setelah Allah SWT, nabi besar kita pun menjawab, Ibumu hingga ketiga kali beliau mengatakan seorang ibulah yang perlu kita dengar nasehat dan petuahnya, selanjutnya siapa? Bapakmu.
Dalam pandangan kami, di Indonesia, seorang ibu pertiwi telah melahirkan banyak tokoh-tokoh besar yang telah membangun bangsa ini, para pahlawan-pahlawan pun juga telah lahir di bangsa ini, dan yang paling penting perjuangan ini disamping mendapat ridho dari Allah swt, restu seorang ibu dan ayah membuat nyali pejuang kita menjadi berani, semangatnya bekobar menyala-nyala bagai api yang tak pernah padam, Â dan perjuangan tanpa pamrihnya bagai filosofi air susu ibu bikin beta hidup seratus tahun. Ya, kita tidak akan pernah bisa membayar air susu ibu, kita juga tidak akan pernah mampu membayar darah seorang ayah.
Bagaimana cara kita membalas kebaikkan orang tua kita?