Mohon tunggu...
Fajar T
Fajar T Mohon Tunggu... Administrasi - WNI

Learn to Learn..........

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Kancil Tertangkap#1

22 Juni 2012   14:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:39 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13403759211361875557

[caption id="attachment_196362" align="aligncenter" width="210" caption="Ilustrasi Kancil"][/caption] Setelah beberapa hari yang lalu Pak Tani telah dibuat malu oleh Kancil, Pak Tani bertekad untuk membuat Kancil Pencuri itu jera. Di Rumah, Pak Tani membuat jebakan baru untuk kancil. Pak Tani membuat orang-orangan yang terbuat dari jerami dan diberi pakaian layaknya manusia, tak lupa Pak Tani menyematkan Caping menutupi kepala orang-orangan itu. Setelah orang-orangan jadi, Pak Tani melumuri seluruh bagian tubuh orang-orangan itu dengan "Pulut" sebuah lem super tradisional yang terbuat dari getah pohon keluwih (nangka). "Hhhhmmmhhh... Rasakan kau kancil... Kau tak akan bisa lolos kali ini.... Ha...ha...." Pak Tani tertawa puas. Tak mau membuang waktu, Pak Tani segera memasang orang-orangan tersebut ke tengah sawah miliknya. Pagi, siang, sore Pak Tani memeriksa orang-orangan itu, berharap-harap cemas semoga Kancil terjebak. Namun sudah 7 hari berlalu, sejak ketahuan, Kancil tidak menampakan diri di areal sawah itu. "Huuhhh... Kurang ajar kau Kancil... datanglah kemari, kali ini kau tak mungkin lolos...." Gerutu Pak Tani sambil menambahkan lem super "pulut" di tubuh orang-orangan sawah itu. Namun sama seperti hari sebelumnya, hingga sore menjelang malam, penantian Pak Tani tidak membuahkan hasil. Kancil tidak muncul lagi. "Apakah, Kancil itu sudah ditangkap Harimau di hutan sana ya??... Hhhmmmhhh... Ya syukurlah kalau begitu, aku pulang saja kalau begitu, hari sudah malam..". Pak Tani bergegas meninggalkan areal sawahnya kembali ke rumah. Di tengah Hutan Surga Satwa, Ternyata Kancil masih hidup. Kancil sedang merenung "Ah... bosan aku makan rumput kering terus, kapan hutan ini hijau kembali ya, Aku lapar aku ingin makan buah itu lagi..." "Tapi, kira-kira ada jebakan apa lagi ya?, bagaimana kalau aku tertangkap lagi?" Kancil merasa ragu untuk menjalankan niatnya. "Ah, ini khan malam, tidak mungkin manusia itu menunggu tanamannya kalau malam.... Iya betul!!!, kalau malam pasti aman... Wuasssiikkk!!! Aku makan enak lagi ha..ha..." Kancil berjingkrak-jingkrak kegirangan membayangkan ranum dan segarnya buah mentimun milik Pak Tani. Segera saja Kancil berlari menuju areal persawahan milik Pak Tani. "Hmmmhhh... benar-benar sempurna... Sepi dan sunyi, tak ada tali tak ada benda-benda aneh lagi.... aku bisa makan dan menari-nari... Hi..hi..." Kancil tertawa puas dan langsung makan mentimun dengan lahap. Belum genap sepuluh menit, Kancil tersentak kaget, bulu kuduknya merinding melihat sosok orang yang berdiri di tengah sawah. "Wwwwwaaah... Mati aku... Manusia itu berdiri di situ rupanya... Ah... Aku lari saja..." Kancil segera berlari meninggalkan areal sawah itu menuju ke hutan. Sambil terengah-engah, Kancil mengernyitkan dahi memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. "Hmmmmmmh... Sepertinya ada yang aneh... Koq Manusia itu diam saja, harusnya dia khan mengejar aku dan berteriak seperti waktu itu... Kenapa kali ini Dia diam saja ya?, akh... Aku jadi penasaran" Kancil berbalik lagi dan  memandang sosok orang-orangan dari kejauhan. "Hmmmmmhhh... Rasanya ada yang aneh deh, coba aku lihat lagi..." Kancil memberanikan diri mendekati areal persawahan itu lagi untuk mengobati rasa penasarannya, Kancil berdiri mendekat, semakin mendekat. Orang-orangan itu diam, tidak bergerak dari tempatnya. "Hmmmmhhh.... Sepertinya memang bukan manusia, bahaya nggak ya" Kancil masih mengumpulkan keberaniannya untuk semakin mendekat. "Hai!!!, Hai!!!" Kancil memberanikan diri mengeluarkan suara, tapi tetap saja Orang-Orangan itu tetap tidak bergerak. "Woi!!!, Manusia jelek, aku dating, Woi!!!! Hua..ha... ternyata kau bukan manusia!!! Hua..ha..." Kancil menjulurkan lidahnya sambil berjingkrak-jingkrak mengelilingi orang-orangan itu. "Ah, mending aku rubuhkan saja dia, biar tahu dia siapa aku sebenarnya.... Ha..ha..." Kancil mendekati orang-orangan itu. "Woi, benda aneh... Aku tidak takut padamu, weeeekkk!!!!" Kancil berkacak pinggang sambil kembali menjulurkan lidahnya mengejek orang-orangan itu. "Terimalah pukulanku, Ciatttt!!!!" Kancil mencoba memukul orang-orangan itu dengan tangan kirinya. "Pluk!!!" Tangan kancil mengenai wajah orang-orangan itu. Namun tangan kiri kancil menempel di wajah orang-orangan itu. "Ha...ha... Kurang ajar, mencoba melawanku ya, Kau bukan tandinganku?" Kancil masih tertawa-tawa. Kancil mencoba melepaskan tangan kirinya yang menempel di wajah orang-orangan itu, akan tetapi tangannya serasa melekat erat di wajah orang-orangan itu. "Wah... Sakti juga kau rupanya... Terima ini... Ciat!!!" Kancil memukul wajah orang-orangan itu dengan tangan kanannya. "Pluk.!!!" Pukulan Kancil sedemikian kerasnya mengenai wajah orang-orangan itu, akan tetapi, kembali tangan kanan Kancil menempel di wajah orang-orangan itu. Kancil tersentak kaget. "Waduh... Kenapa bisa begini... Bagaimana ini" Kancil semakin panik mencoba melepaskan kedua tangannya yang kini telah melekat di wajah orang-orangan itu. Kaki kancil mencoba menendang tubuh orang-orangan itu, namun kedua kakinya pun sekarang telah menempel di tubuh orang-orangan itu. Kancil ngangkang dan hanya bisa mengerang. Kancil terus meronta-ronta untuk melepaskan dirinya, namun usahanya sia-sia kedua tangan dan kakinya telah menempel erat dan sangat sulit untuk dilepaskan. "Aduh.... Kenapa bisa begini... Aduh.... Matilah aku.... Harusnya aku tidak merubuhkannya tadi...Hu..hu... Ibu... Tolong aku Ibu... Hu.. Hu..." Kancil menangis sedih menyesali tindakannya. Waktu terus berjalan, sayup-sayup terdengar kokok ayam jantan terdengar di kejauhan yang menandakan pagi hampir tiba, tak berapa lama kemudian semburat sinar mentari mulai terlihat di ufuk timur. Air mata Kancil semakin deras mengalir, ia tahu kematian akan segera menemuinya. Benar saja, dari kejauhan terlihat Pak Tani memasuki areal pertanahannya. Bersambung.... Sumber gambar untuk membaca dongeng sebelumnya, silahkan klik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun