[caption id="attachment_224847" align="aligncenter" width="471" caption="ilustrasi bensin habis"][/caption] Senin Pagi di lampu merah Pancoran Jakarta, sebuah motor berhenti di depanku, mataku menangkap sebuah penampakan stiker iseng yang menggelitik. " WARNING!!! Boleh pinjem, tapi isi bensin!!!". "Pelit juga ni orang!!". "enggak dong!!!, itu cukup fair, orang motor dipinjem yang harus ngisi lah.." Terjadi perang batin seiring detik-detik lampu merah yang terus berlalu. Mengenai kejadian seperti ini, Saya pernah mengalami kejadian benar-benar membuat kesal. Ceritanya begini, pada  suatu hari motor saya dipinjam teman, demi membantu teman tanpa berpikir panjang motor saya pinjamkan.  Setelah sekian lama, akhirnya motor dikembalikan, saya juga tidak berpikir macam-macam, yang penting aman dan senang bisa membantu teman saya tersebut. Waktu terus berlalu, hingga  akhirnya jam pulang kantor tiba, kemacetan yang menggila sudah menerpa. Gerah, penat capek bercampur aduk menjadi satu. Rasa gerah itu semakin parah, hingga saya terperangah manakala melihat jarum penunjuk bahan bakar yang sudah menyentuh garis merah yang artinya sudah dalam kondisi kritis. "alamak!!! Plis jangan meninggal dulu dunk motorku cayank..." " Bertahanlah.. bertahanlah... pliss jaga hidupmu sampai di pom bensin.... " Aku berharap-harap cemas, semoga saja motorku bisa bertahan di tengah kemacetan. Dan apa yang saya takutkan benar terjadi.  Mesin mulai terkena serangan asma, mbrebet dan dan Finnaly motor meninggal tanpa pesan di tengah kemacetan. "Hmmmh..." Saya putar choke dan kran bensin saya pasang di posisi res. Namun itu tak banyak membantu, beberapa menit saja, mesin kembali meninggal dan benar-benar tak mau hidup lagi. Gerah, kesal, capek dan bonus klakson di sana-sini membuat saya kian meradang. "Gooooddd Yipie!!!, jalan macet, motor macet! Hidup Megaloman, Hidup Ultraman, Hidup siluman kera!" Perasaan bercampur aduk tiada terkira. Akhirnya Terpaksa deh, saya menuntun motor saya sekian jauhnya untuk mencari penjual bensin eceran. Well! Mari kita bicara sensitifitas (bener gak siy nulisnya?). Sebagai orang yang meminjamkan, saya pribadi tidak menuntut untuk selalu diisi, tapi mbok ya llihat kondisi dong... Jika misal jarum sudah mendekati merah, mbok ya diisi, agar kejadian yang tidak mengenakan seperti yang saya ceritakan tadi  tidak terjadi. Sudah dipinjam motornya, jalan macet, motor macet, dompet seret lagi.. waduh... memret tenan (remuk beneran). Mari kita melakukan analisa ekonomi tingkat Prupinsi, di Jakarta, untuk sekali ojek jarak dekat saja minimal Rp5000,- melayang, apalagi kalau jaraknya berkilo-kilometer dan macet, berapa puluh ribu yang akan melayang?. Sebagai peminjam, sudah gratis, tidak mikirin berapa milimeter ban yang kita gerus, berapa milimeter kampas rem, kampas kopling dan kenyamanan serta kemudahan yang kita dapatkan dengan kendaraan pinjaman itu, Masak tega membiarkan teman yang kita pinjami harus mendorong kendaraannya karena bensin habis. Bagaimana juga kalau teman kita ternyata tidak membawa uang dan letak atm jauh?, duh... Saya yakin pemiliknya akan tumbuh enceng gondok, saking gondok menerima kenyataan pahit itu. Jika ternyata pemakaian hanya jarak dekat dan tangki bensin masih memadai tidak diisi juga tak apa-apa kok. Tapi jika jarak jauh dan sekiranya menguras bahan bakar banyak, tak ada salahnya kita mengisi kembali bahan bakarnya, tidak harus penuh, ya paling tidak jumlahnya sepadan dengan yang kita gunakan. Hal ini penting agar teman yang kita pinjam kendaraannya tidak kecewa dan kapok bin gondok, sehingga jika suatu saat kita membutuhkan kendaraan, kita bisa meminjamnya lagi. Salam ngisi bensin. sumber gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H