Mohon tunggu...
Fajar Syahlillah
Fajar Syahlillah Mohon Tunggu... -

Penikmat sepi. Pecandu kopi. Pejuang hak asasi. Pengagum puisi. Pemain diksi. Saya bisa dihubungi di fafha.ardiansyah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nyepi di Tahun "Gaduh" 2019

8 Maret 2019   22:19 Diperbarui: 8 Maret 2019   23:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram @ardiansyahfajarsyahlillah

Hari Raya Nyepi 1941 Saka telah diperingati Umat Hindu pada Kamis, 7 Maret 2019. Di Bali, Nyepi sudah dipastikan sepi. Tanpa penerangan listrik, tanpa keluar rumah, tanpa makan, tanpa minum, tanpa tertawa, tanpa tangisan dan tentunya tanpa sinyal internet.

Tanpa sinyal internet menjadi hal yang paling berat sepertinya di era millennials saat ini. Bukan lagi kebutuhan tersier. Melainkan sudah primer. Tapi ada untungnya. Sinyal internet yang diputus sementara itu akan menutup jendela "bentrok" media sosial. Jadi bisa fokus meditasi.

Kenapa saya bilang bentrok, pasalnya media sosial bukan lagi untuk sosialisasi. Bukan hanya untuk komunikasi maupun wahana kreatif berekspresi. Media sosial sekarang jadi medan perang bagi yang berkepentingan. Kalau politisi menyebutnya perang udara. Antara kubu 01 dan 02. Tak mau ketinggalan, kubu 10 pun ikut meramaikan tahun politik 2019.

Tapi saya kurang setuju. Tahun 2019 lebih layak disebut tahun "gaduh". Semua bak jadi pencerah, penceramah, dan penjabar. Malah ada yang "sok" jadi peramal. Ada bencana dikaitkan dengan kubu 01. Ada hoaks diklaimkan ke 02. Ada politisi nyabu gak ada yang mau bicara. Sekarang malah sudah bebas, kabarnya.

Tapi tak apa, menariknya umat Hindu bisa melewatinya. Mereka tetap meditasi di tengah tahun "gaduh" 2019. Malahan, mereka mengangkat tema "Dengan Catur Brata Penyepian, Sukseskan Pemilu 2019". Lihat saja, umat Hindu pun ingin pemilu sukses. Meskipun calon pejabatnya tidak ada yang memeluk agama Hindu.

Nah, tapi para pejabatnya berusaha saling klaim mana yang terbaik di agamanya. Jangankan fokus visi misi dan program kerja. Mereka meributkan tata cara salat dan kelancaran baca Quran. Ya begitulah drama yang terjadi di tahun "gaduh" 2019.

Saya sempat berbincang dengan Anggota Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia, Nyoman Sutantra di Surabaya pada Rabu, 6 Maret 2019. Bagaimana bisa mereka harus melewati Nyepi di tengah keramaian ini. Ia pun menjawab dengan santainya.

"Ya mudah saja, tinggal masuk ke rumah. Fokus ibadah. Dimatikan semuanya. Termasuk perasaan pun dimatikan. Tidak ada kesenangan. Tidak kesedihan," jelas Nyoman.

Seketika saya terkesiap. Saya pun makin penasaran. Saya bertanya, apakah termasuk akan melupakan kalau kita sedang di tahun "gaduh" 2019. Nyoman justru menampiknya. Baginya umat Hindu di Indonesia akan selalu sadar dengan kontestasi presiden 2019. Tidak dilupakan justru didoakan.

Mereka berdoa secara seksama agar keharmonisan tetap terjaga. Mereka tak ingin keberagaman yang ada rusak karena beda pilihan. Mereka tak mau agama dijadikan identitas dan simbol dalam pemilihan. Mereka hanya ingin kehidupan yang santhi (baik) dan berseirama.

"Jangan dibuat repot. Kita ini sebenarnya sama. Jiwa kita sama dari Tuhan Yang Esa. Hanya raga kita yang berbeda bentuknya," tukas Nyoman sembari tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun