Mohon tunggu...
Muhamad Fajar Siddik
Muhamad Fajar Siddik Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Sriwijaya Jurusan Ilmu Komunikasi 2015

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konglomerasi Media, Cara Instan Menguasai Negara?

7 September 2016   22:27 Diperbarui: 7 September 2016   22:46 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini,masyarakat Indonesia menjadi sangat mudah terpengaruh dengan iklan-iklan politik,berita-berita fitnah yang ditayangkan dalam berbagai bentuk media komunikasi.Saya katakan demikian karena keadaan yang saya amati ketika masyarakat indonesia disuntikan berita-berita yang bersikan tentang pemilik media.Bisa dikatakan ini merupakan bagian dari konglomerasi media.

Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media.konglomerasi yang akan saya singgung adalah konglomerasi media yang digunakan sebagai kendaraan politik untuk menuu sebuah jabatan tertentu pada sebuah sistem pemerintahan di suatu negara.

Berikut merupakan pemilik Stasiun TV di Indonesia:

 Hary Tanoesoedibjo: RCTI,Global TV dan MNC TV

Aburizal Bakrie: ANTV dan TV One
 Chairul Tanjung: Trans TV dan Trans 7
 Surya Paloh: Metro TV
 Eddy Kusnady Sariaatmaja:SCTV dan Indosiar

Jakob Oetama: Kompas TV
 Wishnutama: NET Mediatama

Nama yang saya sebutkan diatas tidaklah asing ditelinga kita.Ya,saya menganggap ini sebuah tren yang sedang terjadi di dunia politik indonesia.Ketika tokoh politik dapat mendapatkan massa dengan mudah denga cara mennggunakan media.Saya rasa tidak terjadi pelanggaran dalam konglomerasi medi,

Saya menganggap ini sesuatu yang legal dengan dengan alasan siapapun bisa memiliki sebuah perusaaan media.yang saya anggap menyimpang disini merupakan informasi yang disampaikan tidak balance dan memicu kontroversi.Kita berkaca dari pemilu 2014 sangat jelas terlihat adanya perang antar media yang saling serang untuk membuat sebuah opini publik yang berkembang.Namun karena  opini buruk  yang terbangun dapat di counter oleh masyarakat tapi tidak sedikit pula yang terprovokasi dengan berita tersebut.Berbahayanya ketika pemilu ini dapat mempengaruhi suara masyarakat dalam pilpres 2014 kala itu.

Kecerdasan masyarakat dituntut untuk memfilter dari berita-berita berbau provokasi tersebut.Kita tidak bisa menuntut media untuk memberitakan secara baik.Tetapi setidaknya kita bisa menyaring berita tersebut agar kita bisa tau mana berita yang benar-benar untuk menyampaikan informasi dan mana berita untuk memprovokasi

Kita sebagai masyarakat indonesia tidak boleh dengan mudah terprovokasi dengan adanya berita-berita yang bersifat provokatif tersebut.karena politik sangat sensitif dan rentan terjadi gesekan.kita tidak menginginkan terjadinya perpecahan di indonesia karena perbedaan tersebut.Semoga kedepannya penguasa media tidak memanfaatkan jabatannya untuk meraik jabatan di pemerintahan secara instan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun