Mohon tunggu...
Fajar setiono
Fajar setiono Mohon Tunggu... Buruh - copywriter

Selalu bersyukur atas apa yang kita dapatkan.Jangan pernah menyerah sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan.Selalu semangat dan pantang menyerah!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menyatu dalam Nada

19 Agustus 2024   20:17 Diperbarui: 19 Agustus 2024   20:36 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


Aditya selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Meski dari luar ia tampak seperti remaja biasa---seorang siswa yang rajin, anak yang berbakti, dan teman yang setia---namun di dalam hatinya ada kekosongan yang tak bisa dijelaskan. Setiap hari ia menjalani rutinitas yang sama, bangun pagi, bersekolah, belajar, dan pulang untuk mengerjakan tugas. Namun, ada sesuatu yang membuatnya merasa seolah ia hidup hanya setengah dari dirinya.

Hingga suatu hari, ketika ia sedang berjalan pulang melewati jalan kecil di belakang sekolah, ia mendengar sesuatu. Bunyi gitar yang lembut dan alunan suara yang menggetarkan hati. Aditya terhenti, langkahnya membeku di tempat. Ia mendengarkan, terpesona oleh melodi yang seakan membelai jiwanya. Suara itu berasal dari sebuah rumah tua di ujung jalan, rumah yang selalu terlihat sepi dan tak terurus.

Tanpa berpikir panjang, Aditya mendekati sumber suara. Ia melongokkan kepala di jendela yang sedikit terbuka dan melihat seorang pria tua sedang duduk di kursi, memainkan gitar dengan penuh perasaan. Pria itu tampak larut dalam musiknya, seolah dunia luar tak lagi ada. Setiap petikan senar gitar, setiap nada yang keluar dari bibirnya, membawa Aditya terbang jauh ke dalam dirinya sendiri. Ia merasa, untuk pertama kalinya, kekosongan dalam hatinya mulai terisi.

Aditya kembali ke rumah dengan hati yang berdebar. Malam itu, ia tak bisa tidur. Musik yang didengarnya terus terngiang di telinganya, mengisi setiap sudut pikirannya. Keesokan harinya, tanpa ragu ia kembali ke rumah tua itu, berharap bisa mendengarkan musik yang sama. Namun, kali ini ia tak hanya mendengarkan dari luar. Ia memberanikan diri mengetuk pintu.

Pria tua itu membuka pintu dengan senyum ramah. "Aku mendengarmu kemarin," kata Aditya dengan suara bergetar. "Musikmu... sangat indah."

Pria itu mengangguk pelan, matanya berbinar. "Musik adalah bahasa hati, Nak. Ia berbicara ketika kata-kata tak mampu. Apa kau ingin belajar?"

Tanpa ragu, Aditya mengangguk. Setiap sore setelah pulang sekolah, ia mengunjungi pria tua itu. Ia belajar memainkan gitar, menulis lirik, dan merasakan setiap nada yang ia mainkan. Lambat laun, Aditya mulai menemukan dirinya dalam setiap alunan musik yang ia ciptakan. Kekosongan yang dulu menghantuinya mulai memudar, digantikan oleh perasaan hangat yang lahir dari setiap nada yang ia mainkan.

Musik itu hidup di dalam dirinya, menjadi bagian dari jiwanya. Ia tak lagi merasa kosong, karena kini ia tahu, musik adalah cara jiwanya berbicara. Seiring berjalannya waktu, Aditya menjadi seorang musisi yang dihormati. Musiknya tak hanya menghibur, tetapi juga menyentuh hati banyak orang. Ia selalu mengingat pria tua yang mengajarinya, yang membuka pintu menuju dunia musik yang kini menjadi hidupnya.

Dan di setiap nada yang ia mainkan, Aditya selalu merasakan kehadiran pria tua itu, tersenyum di dalam jiwanya. Musik telah memberinya makna, dan ia pun tahu bahwa musik akan selalu ada di dalam dirinya, selamanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun