Jember, Kompas. Pada tanggal 20 November 2020, Undang Undang Cipta Kerja di sahkan dan di tanda tangani oleh Presiden Jokowi. Tidak hanya di tanda tangani oleh Presiden, tapi juga di tanda tangani oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Undang Undang ini termasuk Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245.
UU Cipta Kerja adalah hajat besar Indonesia di era setelah Reformasi. Berhasrat menaikkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi untuk menaikkan penyerapan tenaga kerja, UU ini memampatkan, menyederhanakan, menghapus, dan menambahkan pasal-pasal pada 82 undang-undang. Izin-izin investasi dipermudah dengan memangkas sejumlah persyaratan, seperti analisis mengenai dampak lingkungan, tata ruang, hingga penyelesaian hukum jika investasi terhambat atau menemui konflik sosial.
Banyak pro kontra terhadap Undang Undang ini karena banyak yang mengatakan pasal pasal yang merugikan para buruh dan sebagainya. Sebaliknya, para pemimpin negara banyak mensetujui Undang Undang tersebut karena sangat menguntungkan untuk Negara dan masyarakatnya. Berbagai inisiatif untuk iming iming agar lancarnya investasi.
Pembahasan kali ini tentang pasal 81 Bahwa ketentuan Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja tidak lebih baik dan justru menghilangkan pengaturan jangka waktu, batas perpanjangan dan pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu, hal tersebut di kutip dari Hafidz dalam sidang uji materiil UU Cipta Kerja di MK yang disiarkan melalui siaran Youtube, Rabu (4/11/2020). Baca juga https://nasional.kompas.com/read/2020/11/04/18455971/poin-pasal-81-uu-cipta-kerja-digugat-ke-mk-ini-alasan-serikat-pekerja.
Selain itu, ia menambahkan, Pasal 81 angka 15 juga dinilai telah mengubah muatan materi dalam ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Pasal ini mengatur soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Dalam bunyi bunyi isi dari pasal tersebut sudah bisa tergambar jelas bahwasannya sangat sulit masyarakat menerima Undang Undang tersebut, meski tujuan dari pemerintah sendiri ialah mensejahterakan rakyat. Banyaknya hal yang masih di perdebatkan tentang Undang Undang tersebut, para aktivis, pemerintahan serta para pakar politik hukum saling berunding untuk mencarikan solusi atau titik temu  agar masyarakat bisa menerima tanpa ada rasa tidak terima.
Mempermudah investasi mungkin memang bukan cara yang paling efektif, tapi cuma menunda atau mungkin memperlambat. Masalah yang sebenarnya pendidikan.
Harusnya pemerintah paham, sebelum buruh menuntut, pemerintah harus mengkaji masalah yang di tuntut dengan yang sebenar benarnya. Kita semua sepakat PR besar indonesia itu ialah kurangnya orang jujur. Sedangkan tugas kita bukan hanya untuk menghasilkan manusia pintar, melainkan manusia berkualitas.
Kita mempunyai SDA yang sangat melimpah, namun tidak dengan SDMnya. Hal itu di buktikan dengan banyaknya pejabat yang korupsi. Padahal pejabat orang yang sangat di hormati karena mereka orang berpendidikan, bermacam macam gelar dan pangkat.
Masyarakat berharap, pemerintah lebih memperhatikan kondisi yang sebenarnya dari masyarakat itu sendiri, agar tujuan yang sebenarnya bisa tercapai. Tentu ini bukan tugas perorangan saja, tapi tugas kita semua, tugas warga Negara Indonesia, dan kita harus sadar akan hal itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H