Tragedi kanjuruan adalah sebuah peristiwa saat dilaksanakannya pertandingan sepak bola antara tim Arema FC melawan Tim Persebaya. Pertandingan ini berjalan dengan sangat sengit, hingga pada akhirnya dimenangkan oleh tim Persebaya dengan perbedaan skor yang sangat tipis Yaitu 3 untuk Persebaya dan 2 untuk tim Arema FC.
Setelah pertandingan tersebut selesai. Ada salah satu suporter yang berasal dari pihak Aremania yang turun ke lapangan dan berniat untuk menemui pemain dari tim Arema FC karena atas kekalahannya. Hal tersebut mengakibatkan banyak suporter Aremania yang lain ikut turun ke lapangan hingga terjadi kerusuhan. Hingga peristiwa tembak menembak gas air mata pun tidak dapat terhindari di dalam stadion Kanjuruhan Malang. Penembakan gas air mata tersebut ditunjukkan untuk menenangkan kericuhan yang terjadi di dalam stadion. Penembakan tersebut dilakukan oleh para aparat yang bertugas di dalam stadion kanjuruan.
Sebenarnya, untuk pengadaan gas air mata di dalam pertandingan yang diselenggarakan di dalam stadion mendapat larangan dari FIFA. Ditambah penembakan ke spermata yang terjadi di stadion Kanjuruhan diarahkan ke para penonton atau ditembakkan di Tribun. Sehingga tidak hanya orang dewasa dan juga Pak suporter yang terkena gas air mata tetapi mulai dari anak-anak hingga orang tua dan tidak bersalah pun ikut menjadi korban. Hal itu disebabkan karena mereka yang ingin mencari jalan keluar saling berdesakan dan mengakibatkan sesak nafas dan saling menginjak, ditambah seluruh gerbang ditutup oleh panpel dan aparat. Ditambah adanya gas air mata yang menambah kepanikan dan korban.
Adapun beberapa pelanggaran hak dan juga kewajiban yang terjadi di dalam kejadian kejuruan tersebut diantaranya yaitu:
- Pelanggaran hak atas memperoleh keadilan
Di dalam proses penanganan kericuhan yang terjadi di dalam stadion masih tidak dapat melakukan penindakan penegakan hukum yang adil karena pada saat itu yang terkena gas air mata sebagai bentuk penenang pada satu titik kericuhan tidak hanya mengenai para suporter yang menjadi sumber kericuhan, namun para anak-anak dan juga orang tua yang sebenarnya tidak bersalah ikut terkena dampak dari gas air mata hingga menyebabkan banyaknya korban jiwa yang tidak bersalah.
- Pelanggaran terhadap hak anak
Di dalam kericuhan kanjuruan banyak sekali memakan korban anak di bawah umur. Hal itu dikarenakan karena gas air mata yang diarahkan ke arah bangku penonton yang di mana Di sana terdapat banyak sekali anak-anak yang ikut menonton pertandingan tersebut. Sehingga anak kecil tersebut yang fisiknya masih belum sekuat orang dewasa ikut menghirup gas air mata dan ikut menjadi korban. Jika diperkirakan korban anak kecil yang merupakan dampak dari gas air mata mencapai 38 anak per 13 Oktober 2022.
- Pelanggaran hak atas kesehatan
Pada saat terjadi kericuhan banyak sekali masa atau penonton yang berusaha keluar dan menghindari gas air mata. Pada saat proses ingin mencari jalan keluar para penonton berdesak-desakan dan saling injak-menginjak, sehingga banyak orang yang terluka bahkan banyak yang tewas karena terkena injak dari suporter yang lain.
- Pelanggaran hak atas rasa aman
Karena yang kita tahu bahwa Arema FC dan juga Persija adalah rival yang sangat sengit. Begitu pula dengan suporternya Di mana mereka sangat fanatik sekali dengan tim yang mereka dukung. Sehingga apabila terjadi suatu kericuhan kecil maka pekerjaan tersebut dapat berkembang menjadi sebuah tragedi yang sangat besar. Sebenarnya untuk mencegah terjadinya kericuhan, Polresta Malang meminta jadwal pertandingan untuk diundur dari yang awalnya pukul 20.00 menjadi namun karena alasan pihak penyelenggara tidak mengabulkan permintaan itu hanya karena mempertimbangkan faktor komersial atas dasar permintaan sponsor daripada mengutamakan keselamatan dan keamanan semua orang yang ada di dalam pertandingan.
Meski di dalam tragedi kanjuran ini menciptakan banyak sekali korban entah itu luka-luka atau menewaskan ratusan orang. Komnas HAM tidak menetapkan tragedi Kanjuruhan ini sebagai sebuah pelanggaran HAM berat. Karena di dalam tragedi ini tidak ditemukan unsur-unsur yang ada di dalam undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia yaitu unsur “sistematis atau meluas”. “Memang ada perintah di lapangan, tetapi ini sebagai respons cepat atas situasi yang ada di lapangan” kata komisioner Beka Ulung Hapsara. Tambahan dari Ahmad Taufan Damanik “tetapi bukan berarti kalau ini tidak ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat ini tidak serius jumlah korban yang masif itu juga harus menjadi perhatian serius maka penegakan hukumnya harus benar-benar serius”. Bahkan Pak Jokowi pun mengatakan bahwasanya “saya ingin diusut tuntas nggak ada yang tutup-tutupi. Yang salah juga diberi sanksi kalau masuk ke pidana juga dipidanakan” begitu kata Jokowi setelah usai mengunjungi korban terluka yang ada di rumah sakit umum daerah Saiful Anwar Malang, pada tanggal 5 Oktober 2022 tepatnya pada hari Rabu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H