Setiap manusia tercipta dengan beragam kelebihan dan kekurangan. Ada yang mempunyai kemampuan di bidang olahraga, intelektualitas, seni, dan lainnya. Perbedaan inilah yang menyatakan bahwa manusia tidak bisa menjadi sempurna dengan memahami semua keilmuan. Oleh karena itu, manusia layaknya puzzle yang saling melengkapi dengan nilai apa yang mereka bawa.
Nilai manusia yang nampak secara eksplisit, menjadikan manusia mempunyai ke-khasan tersendiri. Hal inilah yang membedakan setiap manusia, serta penentuan simbol karakter manusia. Kebiasaan yang tercermin oleh manusia akan menjadi catatan abadi yang terpatri sebagai penggambaran awal kita saat bertemu orang tersebut.Â
Alhasil, seseorang akan merasa aneh jika melihat seseorang tidak bertindak seperti biasanya. Sebagai contoh saat kamu melihat kuli bangunan saat bulan ramadhan yang notabene bekerja dengan fisik dan menguras tenaga, kebanyakan tidak berpuasa namun saat bertemu dengan kuli bangunan berpuasa, dirimu akan merasa aneh.Â
Penggambaran kata aneh ini adalah ketidakbiasaan kita melihat sesuatu yang tersimbolkan dengan kegiatan/kebiasaan manusia. Penggambaran ini bisa ke arah positif ataupun negatif. Di lain sisi, penggambaran ini bisa merujuk pada sikap abnormal atau melenceng dari umumnya.
Penggambaran ini bisa tercipta karena perilaku yang melenceng dari kebiasaan di suatu pekerjaan dan ketidaksesuaian sikap yang ditunjukkan oleh manusia yang telah memiliki simbolisasi citra oleh manusia lain. Penggambaran pertama yang berdasar pada perilaku umum yang dasarnya kelompok/pekerjaan memiliki contoh sama seperti contoh di paragraf sebelumnya. Kemudian, penggambaran kedua disebabkan karena adanya abnormalitas yang muncul dari dalam diri. Abnormalitas ini bersifat positif ataupun negatif. Pandangan ini tercipta saat manusia memandang adanya kepekaan akan perubahan yang terjadi disekitarnya.Â
Pandangan ini akan merujuk pada nilai yang dibawa oleh manusia tersebut. Diantara contohnya seperti, orang yang memiliki penilaian orang kebanyakan sebagai pemabuk kemudian ia kepergok sedang membaca Al Quran di Masjid. Dari hal diatas akan muncul dua persepsi, ada yang menilai positif dan juga sinis. Kebanyakan akan menyoroti sinis, karena manusia itu telah mempunyai nilai yang dikenal orang. Jadi, jika ia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang biasa ia lakukan, akan timbul pergolakan akan identitas orang tersebut.
Sinisme ini menjalar dan berakar pada sikap manusia yang menginginkan manusia lain stuck atau sama. Kejadian seperti pemabuk yang tiba-tiba alim, ataupun orang alim yang menjadi pemabuk akan menimbulkan pertanyaan dan sentimen di masyarakat. Sentimen ini akan lebih besar jika nilai seseorang itu adalah keteladanan dan memberikan pengaruh pada masyarakat.Â
Dalam bahasa kasarnya, orang yang dinilai baik jika melakukan suatu kesalahan walau sedikit saja, ia akan dicap jelek. Jika itu terjadi diantara sepasang manusia, maka rumus matematika yang dipakai adalah - 1 = 0. Rumus ini menggambarkan bahwa ketidakterhinggaan kebaikan jika dikurangi dengan satu kesalahan maka hasilnya adalah orang itu akan dicap dengan nihil kebaikan.
Makanya, jadi orang baik itu susah. Kita mungkin sudah berusaha sekuat tenaga menjadi baik dan mencoba mengubah kesalahan yang kita punya. Tapi, apalah dikata keringnya dedaunan yang jatuh tak dapat hijau kembali. Kebaikan sebesar apapun akan menjadi sirna, jika ia tertutup satu kesalahan. Tapi, jangan sampai dengan perkataan tadi kita malah jadi enggan melakukan perbuatan baik pada manusia.
Kebaikan itu adalah kewajiban yang harus kita salurkan pada orang lain. Menjadi baik itu sulit, tapi apa salahnya mencoba. Penilaian orang terhadap kita, biarkan menjadi urusan mereka. Fokus pertamamu adalah pikirkan apa yang bisa kau kendalikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H