Mohon tunggu...
Fajar Nugraha
Fajar Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti

Dosen Komunikasi Politik di Institut Tazkia Bogor

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Digital

20 Desember 2024   23:32 Diperbarui: 20 Desember 2024   23:32 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbincangan politik di lini masa Facebook, Twitter (X), Instagram, TikTok, serta sejumlah media sosial lainnya telah menjadi elemen krusial dalam Pilkada 2024. Kehadirannya tidak hanya memengaruhi cara kandidat berkampanye, tetapi juga bagaimana warga negara terlibat dalam proses politik. Sebagai sebuah ruang diskusi publik, media sosial memungkinkan warga untuk berbicara, berbagi, dan berdebat tentang isu-isu politik yang mereka anggap penting. Jenis percakapan politik yang paling sering terjadi secara informal melalui media sosial ini dapat mendorong partisipasi politik, sebagaimana dikemukakan oleh Shah (2016), bahwa partisipasi demokrasi berada di tangan warga negara yang aktif terlibat dalam pembicaraan politik satu sama lain (Dahlgren, 2005). Konsumsi berita dan diskusi politik, baik secara offline maupun online, telah terbukti memberikan pengaruh signifikan terhadap partisipasi politik warga negara (Shah, 2016; Nam, 2012).


Pilkada 2024 menjadi saksi bagaimana diskusi politik informal di media sosial menjadi katalis bagi keterlibatan masyarakat, khususnya generasi muda. Berbagai isu lokal dan nasional dibahas secara luas di platform-platform digital, mulai dari perdebatan program kerja kandidat hingga respons terhadap kebijakan yang kontroversial. Diskusi politik yang terjadi secara offline maupun online memiliki efek positif dalam menumbuhkan kesadaran politik warga negara. Namun, mekanisme, kemampuan, dan konvensi sosial tetap menjadi elemen fundamental yang mendukung kualitas diskusi politik ini (Vaccari & Valeriani, 2018).


Keberadaan media sosial dalam Pilkada 2024 menjadi ruang interaksi yang tak terelakkan. Warga negara dapat dengan mudah membuat, berbagi, dan menyebarkan berbagai jenis informasi, mulai dari visi dan misi kandidat hingga kritik terhadap kebijakan. Media sosial yang informatif, interaktif, dan kreatif terbukti mampu mendorong partisipasi politik, terutama di kalangan generasi muda. Ekstrm & stman (2015) menunjukkan bahwa percakapan politik secara online memiliki implikasi yang lebih kuat dalam meningkatkan partisipasi politik warga. Di Pilkada 2024, tren ini terlihat dari meningkatnya jumlah pemilih muda yang terlibat dalam kampanye digital, baik sebagai tim sukses maupun sebagai pemilih aktif.


Namun, seperti halnya pedang bermata dua, ruang politik digital juga membawa tantangan yang signifikan. Salah satu tantangan utama adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks yang masif. Pilkada 2024 tidak luput dari ancaman ini, dengan banyaknya hoaks yang digunakan untuk menjatuhkan lawan politik atau memanipulasi opini publik. Hal ini menciptakan disinformasi yang merusak integritas demokrasi. Selain itu, algoritma media sosial yang memperkuat bias pengguna turut memicu polarisasi. Di beberapa daerah, diskusi politik yang sehat sering tergantikan oleh narasi kebencian atau perpecahan.


Tantangan lainnya adalah kesenjangan akses digital yang masih terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Tidak semua warga memiliki akses internet yang memadai, sehingga menciptakan ketimpangan informasi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Keterbatasan infrastruktur digital ini mengurangi partisipasi politik warga di daerah yang belum terjangkau teknologi. Generasi milenial dan Gen Z, yang mendominasi aktivitas politik online, memiliki keunggulan dalam akses dan adopsi teknologi. Namun, kelompok masyarakat yang kurang mampu secara sosial ekonomi tetap menghadapi hambatan besar untuk terlibat dalam aktivitas politik digital.


Selain itu, Pilkada 2024 juga menunjukkan bagaimana penggunaan media sosial dapat menjadi pintu masuk bagi warga yang sebelumnya apatis terhadap politik. Paparan pesan-pesan politik di media sosial sering kali mendorong mereka untuk mengambil tindakan, mulai dari mengikuti diskusi online hingga datang ke TPS. Media sosial berkontribusi dalam memobilisasi partisipasi baru dari orang-orang yang sebelumnya tidak aktif secara offline, serta memperkuat keterlibatan mereka yang sudah aktif dalam aktivitas politik. Sebagaimana dikemukakan oleh Shelley Boulianne (2019), efek penggunaan media sosial terhadap partisipasi politik offline sama signifikan dengan efek pendidikan.


Namun, ada kekhawatiran tentang praktik kampanye digital yang tidak etis, seperti penggunaan bot untuk menyebarkan propaganda atau manipulasi data pribadi pemilih. Beberapa laporan dari Pilkada 2024 mencatat adanya penggunaan strategi ini oleh beberapa pihak untuk memengaruhi opini publik secara tidak adil. Oleh karena itu, literasi digital menjadi sangat penting. Warga negara harus mampu memilah informasi yang valid dari yang palsu, serta memahami dampak dari algoritma media sosial terhadap preferensi politik mereka. Pemerintah dan penyelenggara pemilu juga harus meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas digital selama masa kampanye, termasuk bekerja sama dengan platform media sosial untuk menghapus konten berbahaya.


Pilkada 2024 juga menekankan pentingnya regulasi yang lebih ketat untuk kampanye digital. Penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti penyebaran hoaks, penyalahgunaan data pribadi, atau praktik kampanye negatif harus dilakukan secara konsisten. Pemerintah perlu memperbarui aturan kampanye digital agar sesuai dengan perkembangan teknologi dan dinamika ruang politik digital.
Di tengah segala tantangan ini, ruang digital tetap menjadi alat yang sangat potensial untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan strategi yang tepat, Pilkada 2024 telah menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi platform yang inklusif, memungkinkan warga dari berbagai latar belakang untuk terlibat dalam proses politik. Namun, keberhasilan ini hanya dapat dicapai melalui kerja sama semua pihak---pemerintah, penyelenggara pemilu, kandidat, dan masyarakat itu sendiri. Dengan memanfaatkan ruang digital secara bijak dan bertanggung jawab, Pilkada 2024 dapat menjadi momentum penting bagi penguatan demokrasi di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun