Masalah keselamatan trasnportasi juga termasuk yang paling aman ketimbang moda trasportasi lain. Anjlok dan litrik yang mati adalah musuh utama apalagi kalau lagi banjir. Tapi bayangkan jika seperti beberapa tahun lalu saat MRT kelistrikannya gangguan dan masih di bawah tanah? Kan lelah ya jalannya.Â
Jika KRL berheti kita masih bisa loncat ke daratan, maksudnya keluar gerbong masih berpapasan dengan tanah dan dapat segera cari alternatif lain. Pengalaman KRL anjlok soalnya dan rasanya savage sekali.
Keamanan di dalam gerbong kereta dengan di dalamnya dengan sejumlah personil PKD, ada gerbon khusus perempuan di tiap ujung ujung kepala kereta sudah lumayan baik menurut saya. Hanya perlu hati-hati saat simpan barang dan tas berharga.
Ingat pesan Bang Napi Waspadalah waspadalah. Selain itu saya pernah ketinggalan helm di salah satu gerbong dan akhirnya ada yang mengamankan dan bertemu lagi. Terima kasih orang-orang baik.Â
Kejadian lucu juga saya pernah pingsang di kereta. Hahahahaha kapan kapan saya akan menuliskan ceriat kok bisa pingsan di kereta jadi cerpen saja sepertinya menarik.
Sejalan dengan itu rasanya pengguna KRL akan maklum, ditambah lagi dengan penghapusan duduk berjarak yang saat kemarin jadi masalah besar, di mana kereta penuh masih berdiri berdempetan tapi duduk di beri jarak, kan sami mawoan ya?
Rerata pengguna KRL adalah pekerja urban yang pandai hitung-hitungan. Jika tarif naik, maka mungkin ada pengeluaran yang dipangkas. Seperti misalnya dua pilihan: kost di Jakarta dan mencicil rumah, atau ngontrak di kota Jakarta include naik KRL walau naik tarif dasarnya jadi Rp 5.000.
Menurut saya masih bijak pilihan kedua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H