Bulan malam ini tak nampak, Langit berselimut kan mendung. Suhu merendah lebih sejuk dibanding siang tadi.
Masih hujan turun gerimis dari senja, basahi semua sudut di bumi, jatuh sesuai kodratnya.Â
Setetes demi setetes, dalam ritme yang sama, semua tetes jatuh tanpa melawan gravitasi.Â
Ku hangatkan diri ini dengan secangkir teh tanpa gula, dengan air panas ku celup terus agar warnanya semakin pekat. Bagiku semakin pekat semakin nikmat.Â
Baiknya dengan teh tubruk tapi sayang hanya punya teh celup, oh ingatkan aku untuk membelinya kemudian.
Ku buat semangkuk mie instan rasa soto, tak lupa tambah cabai rawit sisa gorengan siang tadi, ku potong asal lalu di rebus bersama mie nya.
Ku nikmati waktu yang berlalu bersama menyetel imaji yang nostalgia, kadang kadang kenangan muncul tanpa pernah berusaha di ingat ingat saat hujan rintik rintik.Â
Seperti tetes hujan yang terdengar perlahan, jatuh dengan estetika dari genteng ke tanah langsung atau dari daun daun pohon di depan rumah, Seketika hadir seperti inspirasi, ah andai mie instan termasuk kategori sangat sehat maka akan ku buat banyak banyak karena hujan masih panjang, ku kira sampai pagi .
Maka ku ayunkan tangan menulis kecil di cacatan notepad pada ponsel kutulis tentang hujan dan bulan yang tak nampak juga secarik inspirasi dalam typo yang bertebaran.
Ku lirik waktu sudah menunjukkan pukul 20 lebih pada ponsel. Mungkin waktunya meremajakan tubuh untuk sejenak beristirahat dengan tidur secukupnya. Ya besok masih ada banyak kenyataan yang perlu dikerjakan.
Selamat malam, bersama hujan. Mungkin semangkuk mie tadi akan jadi tenaga untuk memudahkan kantuk ku.Â