Aku adalah pejam yang dinanti untuk terlelap, tapi sayang sampai dinihari kantuk tak juga datang hampiri.
Padahal aku ingin memimpi, mimpi tentang dua gunung dan jalan lurus ke kaki bukitnya. Maaf maksudnya kaki gunungnya. Yang di garis dengan penggaris bermerk kupu kupu.
Jalan itu lurus dengan kanan kiri kulihat banyak tanaman padi. Padi yang menghijau dalam petak petak ladang gandum utuh. Ya kurasa saya salah menggambar karena sawah mestinya berair dan berlumpur.
Padahal sebelumnya seingatku sebelah kanan mestinya pantai dan laut. Entahlah mungkin gambar diingatan ini sudah ada yang menyunting.Â
Saat itu aku gambar laut dengan biru tua agar terlihat dramatis. Dengan burung burung yang kugambar seperti angka tiga tengkurap. Gelap bagai arang goresannya karena aku pakai pulas hitam.
Pernah aku menggambar matahari yang sebagian tertutup awan bewarna merah. Matahari yang kuwarnai hitam. Oh ya mengapa aku harus menggambar matahari bewarna kuning? Sedangkan saat belajar astronomi matahari disebut bewarna putih ke Kuningan.Â
Alah jangan ajarkan anak anak itu menggambar pemandangan dengan warna warna dasar. Suruhlah belajar berfantasi lalu tanya mengapa?
Biarkan puisi itu jatuh dalam garis garis kasar pensi Hb. Biar di pulas oleh pensil pensil warna yang sekotak ada 12 warna. Sampai kamu bertanya apa guna warna pulas yang putih?
Oh ya Aku sedang ingin lelap dan bermimpi, kenapa malah bercerita tentang gambar?Â
Aku ingin cerita yang di putar seakan nyata bukan bongkahan dua dimensi yang bahakn aku tak pernah sentuh lembar A3 nya itu lagi.
Selamat malam hari yang lelah, izinkan aku beristirahat agar besok bisa bersenandung tentang bulan, bintang dan benda benda langit lainnya.