Mohon tunggu...
Fajar Muhammad Hasan
Fajar Muhammad Hasan Mohon Tunggu... profesional -

Petualang yang mencari kebenaran\r\n*twitter @fajarmhasan\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membela ‘Kebenaran’ ala Adi Supriadi [Juga Jonru dan PKSPiyungan]

2 Desember 2015   14:29 Diperbarui: 2 Desember 2015   20:02 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi K’er lama, nama Adi Supriadi memang bombastis. Pembelaan terhadap sesuatu (bisa Islam, bisa komunitas, partai atau obyek tertentu) sangat luar biasa. Orang bisa terperangah atau terbelalak. Pilihan kata dan susunan kalimatnya memang wow! Jangan Tanya deh berapa Klik/view nya. Untuk yang sering aktif dalam media social, Jonru dan PKSPiyungan bukanlah sesuatu yang asing, dan tidak perlu lagi dijelaskan.

Saya pernah menulis di K tentang etika menulis, utamanya bagi lovers PKS. Setelah sekian lama tulisan itu ngendon di K ternyata memang masih ada saja dari rekan kami, lovers PKS yang menulis dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan. Baik aturan Islam, aturan internal PKS, aturan komunitas K, maupun aturan umum.  Sudah jamak kalau dalam sebuah komunitas tidak semua anggotanya taat asas. Dan itulah uniknya bersosialisasi.

Meskipun ada seruan sumber resmi pada seluruh kader/simpatisan untuk fokus pada program dan capaian PKS tetap saja ada yang mengkritisi –berlebihan- terhadap orang tertentu. Bolehlah disebut PKSPiyungan sebagai ‘tokoh’ kontroversi yang tidak taat asas dan melanggar aturan komunitas tapi justru eksis. Hal itu justru menandakan bahwa label solid dan terdidik pada kader PKS itu menjadi pertanyaan besar, mengapa sikap resmi organisasi tidak diikuti ? Bukan berarti saya tidak percaya, tapi saya sangat sayang kepada teman-teman semua. Jangan sampai kritikan dari banyak tulisan sebelum ini tidak mendapat perhatian atau hilang dalam tumpukan file-file di server K.

Kembali kepada persoalan tentang Adi Supriadi. Saya melihat, untuk menjadi tenar tidaklah terlalu sukar asal kita tahu kunci untuk tenar. Masalahnya untuk apa tenar ? Dan saya yakin apa yang dilakukan oleh saudara Adi Supriadi itu bukanlah mencari tenar, dan husnuzhon saya beliau melakukan semuanya ikhlas lillahi ta’ala. Masalahnya apakah cukup dengan ikhlas ? Untuk beribadah saja ada syarat tambahan selain ikhlas yaitu ikut aturan, apalagi yang lebih kecil dari itu.

Sebagai contoh adalah tulisan terakhir Adi Supriadi tentang korban teror Paris adalah boneka. Tulisan terjemahan (plagiat) tanpa menulis sumber. Saya melihat ada beberapa penyakit yang sering menghinggapi kader-kader PKS :

-copas dan plagiat. Saya tidak melihat ini sebagai kesalahan kebanyakan kader, hanya sedikit saja tetapi jelas ada yang seperti itu dan parahnya adalah orang yang ‘terkenal’ dan sering nampang di dunia maya. Mungkin alasan praktis dan menganggap ilmu dan pengetahuan adalah hak setiap orang. Tapi plagiat tidak hanya merugikan penulisnya, tetapi yang memplagiat juga mendapat kerugian karena pencatuman nama penulis itu bukan sekedar untuk kebanggaan namun juga berarti pertanggungjawaban. Jika ada kesalahan pada isi tulisan, maka yang memplagiat harus ikut bertanggung jawab.

-mengambil informasi tanpa meneliti. Karena percaya dengan yang mengirim berita atau tautan/link maka kadang-kadang kader PKS menganggap isi berita atau tautan itu juga benar 100%. Padahal bisa jadi pengiriman itu berfungsi sebagai pengayaan sudut pandang bukan sebagai petunjuk untuk dipercayai. Apa saja yang kita terima tidaklah berarti harus dipercaya, bukankah imam Syafi’i pernah berpesan:”Cukuplah dikatakan seseorang itu sebagai pembohong jika mempercayai setiap apa yang didengarnya”.

-menyebarkan tanpa yakin yang disebarkan sudah divalidasi. Hampir mirip dengan yang kedua, tetapi tidak hanya mempercayai apa yang diterima tetapi terus menyebarkan kepada yang lain. Ini lebih parah. Seakan-akan ada kewajiban untuk memberitahukan apa yang kita ketahui -[padahal bohong]. Bukan berarti memotong mata rantai ke 10 Mempercayai. Tapi setiap pertanggungjawaban dari Allah itu bersifat individu. Hati-hatilah terhadap kesalahan teman kita yang merembet kepada kita karena keengganan kita melakukan validasi (tabayyun).

Cukuplah nasehat Umar bin Khothob untuk teman-teman lovers : “Aku bukan penipu, dan tidak ada seorang pun yg boleh menipu aku.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun