Mohon tunggu...
Fajar Muhammad Hasan
Fajar Muhammad Hasan Mohon Tunggu... profesional -

Petualang yang mencari kebenaran\r\n*twitter @fajarmhasan\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ramalan Peta Koalisi Pilpres

17 April 2014   21:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:33 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai Besar, Menengah dan Gagal

Setelah melihat quick Count (QC) maka kita bisa membagi partai2 itu dalam 3 kategori:

1.Partai Besar, merekalah yang akan berpeluang memimpin koalisi

2.Partai Menengah, merekalah yang diajak untuk koalisi

3.Partai Tidak Gagal, mereka akan bubar/tidak diakui di tingkat nasional karena perolehannya kecil tetapi tetap menjadi bahan tambal butuh saja disepakati itu partai PBB dan PKPI.

Pengkategorian tentu saja akan sedikit susah karena dua alasan yang sangat mendasar :

1.QC sendiri belum tentu mencerminkan apa yang sebenarnya, walaupun menggambarkan tetapi pasti ada tingkat kesalahan. Bagaimanapun memprediksi 187 juta dari 0,6 juta bukanlah pekerjaan yang mudah meskipun sudah ada metode yang cukup rigid.

2.Perolehan kursi tidak selalu sama dengan perolehan suara, hal ini diakibatkan BPP yang berbeda antar dapil. Bisa jadi di satu dapil harga kursinya 7 kali dibandingkan dapil yang lain. Jadi sebuah partai yang mendapat 1 kursi di dapil mahal akan setara dengan 7 kursi di dapil murah.

Mengapa dua persoalan itu perlu diangkat ? karena pilpres itu mensyaratkan perolehan suara atau perolehan kursi. Kalau perolehan suara (minimal 25%) saja (artinya semua partai berkoalisi hanya mendasarkan pada perolehan suara bukan perolehan kursi) akan hanya tiga koalisi. Yang disebut Partai besar tentu saja: PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB. Lima partai sisanya yaitu : PPP, PAN, PKS, NasDem, Hanura bisa disebut partai menengah. Sebaliknya jika menggunakan metode koalisi dengan sistem hitungan kursi saja maka syaratnya adalah 20%. Jadi akan memungkinkan untuk 4 koalisi. Kalau menggunakan metode ini yang masuk hitungan partai besar adalah: PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat dan PKS*. (* Menurut klaim dari real Count (RC) pihak PKS yg menggunakan sistem C1).  Sedangkan partai menengah adalah : PKB, PPP, PAN, NasDem, Hanura.

Partai yang memasukkan PBB dan/atau PKPI sebagai mitra koalisi akan menggunakan sistem perolehan suara sedangkan jika tidak memasukkan PBB atau PKPI bebas untuk memilih menggunakan sistem perolehan suara atau perolehan kursi.

Bagi partai-partai yang betul-betul partai besar (besar jika dilihat dari perolehan suara dan perolehan kursi), yaitu PDIP, Golkar dan Gerindra tidaklah terlalu masalah mau menggunakan sistem perolehan kursi maupun perolehan suara, karena kursi atau suara tetap saja mereka hanya kurang sedikit untuk mencapai ambang berhak mengajukan capres. Sebagai catatan khusus Demokrat agak nanggung posisinya. Disebut besar tidak dapat karena keterbatasan jumlah yang mengajukan capres dan disebut kecil kurang tepat karena masih lebih besar dibandingkan suara partai menengah. Dalam hal ini kemungkinan sangat kecil bagi Demokrat untuk memimpin koalisi dengan mengajukan Capres.

Berapa jumlah capres ?

Jumlah capres tergantung dengan bagaimana komposisi koalisi yang ada. Sementara ini masing-masing partai sedang dalam tahap penjajagan. Ada yang sudah memastikan untuk mencari teman koalisi seperti Jokowi (PDIP), Ical (Golkar) dan Prabowo (Gerindra) karena memang mereka bisa mengandalkan suaranya. Sedangkan beberapa partai sudah mulai merapat ke kutub2 tertentu:

1.PKB, NasDem,PKPI merapat ke PDIP

2.Hanura merapat ke Golkar

3.PPP merapat ke Gerindra

Demokrat naga-naganya akan merapat ke Golkar. Sedangkan PAN, PBB. Sedangkan PKS menggagas koalisi alternatif dengan anggota PKB, PPP, PKS, PAN,PBB. Himbauan PKS yang diserukan oleh Humasnya (DR Mardani Ali Sera) untuk membentuk koalisi itu ditanggapi serius oleh ormas-ormas Islam walapun Waketum PPP () dan PAN (yoga viva) dengan skeptis bahkan cenderung menolak.

Dari keadaan ini, paling tidak ada dua keadaan yang mungkin: Gagasan koalisi alternatif DITERIMA atau DITOLAK. Secara gagasan, prasyarat untuk diterima sebenarnya sangat sederhana, masing-masing partai mengedepankan persatuan dan kebersamaan. Namun untuk sampai kesana, realitasnya tidak terlalu mudah. Misalkan PKB yang berada pada posisi dalam ‘gelembung’ kemenangan karena Rhoma Effect tentu lebih mudah bagi cak Imin mendompleng Jokowi dengan ‘modal’ 9% itu milik Muhaimin yang (seakan2) bisa diarahkan kemanapun. PPP yang tidak punya tokoh tentu lebih senang bernaung dibawah Prabowo daripada tidak laku seperti kasus Hamzah Haz. Jadi keberhasilan koalisi alternatif ini ditangan partai2 yang gamang. Satu saja gagal pasti akan menggagalkan keseluruhan gagasan. Disini diuji peran ormas Islam, apakah mampu merekatkan partai2 itu ?

Jika Gagasan Koalisi alternatif DITERIMA

Sekarang kita membahas keadaan jika ide koalisi alternatif menjadi kenyataan. Bisa dipetakan bahwa model koalisinya akan seperti ini:

1.Koalisi alternatif: PKB, PPP, PKS, PAN, PBB dengan total suara 30% lebih (hasil QC). Yang menjadi masalah dari koalisi ini adalah siapakah capresnya ? Ada beberapa kemungkinan yang bisa dimunculkan: Mahfud/Rhoma (PKB), Hatta (PAN), Hidayat/Aher (PKS) bahkan Yusril (PBB) atau JK. Masalahnya adalah bagi PPP yang tidak punya tokoh tentu akan sulit menerima jika pertimbangannya penempatan kader untuk jabatan politis, sedangkan jumlah suara PPP cukup besar dibandingkan rekan2 koalisinya. Kecuali jika timbul dari kesadaran lillahi ta’ala untuk membangun Indonesia yang bermartabat tentu semua hambatan akan mudah dilalui. Apalagi induk2 organisasi seperti NU dan Muhammadiyah bersedia menjadi backing bagi partai2 itu.

2.Koalisi PDIP, NasDem, PKPI dengan total suara sekitar 23% (QC). Koalisi ini akan terancam batal karena kurang suara.

3.Koalisi Golkar, Demokrat, Hanura dengan total suara sekitar 25% (QC). Kemungkinan koalisi ini akan mulus melenggang dengan Capres/Cawapres Ical/Pramono.

Disini Gerindra yang akan gagal dengan alternatif menjadi oposisi/tidak ikut pilpres atau merapat kepada salah satu dari dua: PDIP atau Golkar dengan masing2 ada kerugiannya. Jika merapat ke Golkar pasti menurunkan gengsi Gerindra dan Prabowo. Dan tentu saja perebutan posisi wapres antara PD dan Gerindra dipastikan akan sengit. Apakah Prabowo rela berebut dengan Pramono ? atau dia akan mengajukan alternatif lain ? Kemungkinan yang paling besar justru memperbesar koalisi PDIP. PDIP, Gerindra, Nasdem, PKPI. Kalau Prabowo/Jokowi akan menjadi pasangan yang dahsyat dan hanya bisa dilawan oleh koalisi alternatif dengan mesin2 dari partai dan ormas2 Islam. Sedangkan Ical hanya akan jadi penonton. Prabowo/Jokowi juga akan menghilangkan trauma Batu Tulis. Disisi lain, akan terkesan PDIP ditaklukkan oleh Gerindra sehingga alternatif ini sangat susah. Justru yang paling mungkin adalah Jokowi/Ahok. Pasangan abadi dari Jakarta 1 dan 2. Prabowo tidak direndahkan karena dia tidak maju sendiri sedangkan PDIP juga tidak direndahkan karena suaranya lebih besar. Tetapi maukah Gerindra mengalah sekali lagi kepada PDIP ?

Jika Gagasan Koalisi alternatif DITOLAK

Jika salah satu saja dari PKB atau PPP ngotot untuk tidak mau, koalisi alternatif dipastikan tidak akan terbentuk. Pertarungan hanya berporos kepada tiga kekuatan:

1.PDIP, PKB, Nasdem, PKPI dengan Jokowi/Mahfud MD

2.Golkar, PD, PAN, Hanura dengan kemungkinan Ical/Pramono

3.Gerindra, PPP, PKS, PBB dengan kemungkinan Prabowo/Anis

Peluang pemenang

Jika koalisi alternatif tidak terbentuk, pertarungan cukup berimbang dengan peluang lebih besar masih ada pada Jokowi kemudian diikuti Prabowo, kecuali jika ada hal2 yang diluar dugaan. Dan hampir dipastikan dua putaran.

Jika koalisi alternatif terbentuk, pertarungan dipastikan akan sangat seru antara Jokowi/Ahok dengan salah satu kandidat dari koalisi alternatif. Karena politik selalu menjanjikan kejutan-kejutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun