Pria paruh baya itu terlihat ulet memasukan potongan jahe merah ke dalam mesin pencacah sederhana. Tangannya yang sudah telihat tanda ketuaan itu menyortir jahe-jahe dan menghancurkannya di mesin. Sesekali iya memperhatikan hasil cacahan itu. Turun sedikit demi sedikit, masuk dalam wadah khusus untuk lanjut dalam proses berikutnya. Itulah Hendra, pria yang berumur lebih setengah abad itu memproses jahe merah sampai menjadi bubuk.
Jahe merah atau disebut juga Zingiber Officinale Var Rubrum Rhizoma dalam bahasa latin adalah tanaman rimpang yang sering dijumpai di sekitar kita yang digunakan sebagai tanaman obat tradisional maupun bumbu dapur. Jahe merah mengandung zat gingerol dan shogaol sebagai antioksidan. Tanaman ini memiliki aroma dan rasa yang lebih pedas dari jahe biasa. Sejumlah manfaat jahe merah adalah meningkatkan imunitas tubuh, meningkatkan stamina hingga mencegah diabetes dan segudang manfaat lain.
Khasiat inilah yang mendorong Hendra untuk membuat minuman Jahe Merah dalam bentuk bubuk. Jahe merah umum dikonsumsi masyarakat Indonesia namun hanya sebatas di waktu-waktu tertentu. Misalnya saat tidak enak badan atau saat hujan. Proses pembuatan minuman jahe merah pun tidak instan. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum menyajikan jahe merah panas. Hendra melihat peluang ini.
Namun ini adalah jalan terjal yang tidak mudah. Hendra yang berdomisili di Banda Aceh harus berjuang dengan kompetitornya. Uniknya, kompetitor jahe merah miliknya bukanlah produk jahe merah serupa namun kopi. Aceh apalagi Banda Aceh dijuluki kota sejuta warung kopi. Hampir setiap sudut ada warung kopi di kota ini. Ngopi adalah rutinitas. Kopi adalah minuman pilihan pertaman. Hendra harus masuk dalam pasar ini. Paling tidak mengambil beberapa segmen yang gemar minuman herbal.
Usahanya penuh keringat. Ia berjalan dari satu warung ke warung yang lain. Menjajakan produknya. Apakah ada hasilnya? Tentu ada namun tidak signifikan. Produknya ternyata punya segmentasi pasar yang cukup spesifik. Seduhan jahe bukanlah minuman umum. Orang-orang lebih suka kopi.
"Awalnya saya kira bisa masuk ke warung-warung kopi. Bisa namun sangat sulit," ucap Hendra saat saya temui beberapa waktu silam.
Namun pria ini tidak mudah menyerah. Ia memutar otak dan memakai segala kemungkinan untuk bisa mendapatkan pasar. Akhirnya ia coba untuk masuk dalam dunia maya. Ia masuk ke dalam beberapa platform jual beli. Bahkan ke media sosial dan situs-situs landing page. Ia bergerilya di internet.
Usahanya berbuah hasil. Pasarnya di luar pulau mulai berdatangan. Terlihat produknya mulai ramai di berbagai platform jual beli. "Kapasitas mesin itu bisa produksi 100 Kg per hari," ucpanya. Meskipun belum mencapai jumlah itu tapi ia yakin suatu saat nanti akan bisa berproduksi maksimal.
JNE Hadir Sebagai Agregator