Tahun 2050 menjadi salah satu puncak perkembangan teknologi di seluruh dunia. Zari, remaja usia 15 tahun ini juga tidak ketinggalan untuk melakukan inovasi teknologi. Zari adalah anak yang sangat menyukai teknologi. Banyak karya-karya teknologi yang telah diciptakan. Salah satunya adalah mobil yang dapat berjalan tanpa menyentuh jalanan alias melayang.
Kini Zari telah duduk di bangku SMA. Seperti rutinitas biasanya, setelah bangun pagi dan melaksanakan solat subuh, ia menuju ke laboratoriumnya. Ia sedang menciptakan sebuah jam yang dapat difungsikan sebagai alat teleportasi ke tempat lain. Ia berpikir suati hari nanti ia dapat berkeliling dunia untuk melihat keindahan alam ciptaan Tuhan.
Setelah ke lab, ia segera bergegas untuk ke sekolah. Tidak lupa, ia memakai jam teleportasinya untuk ia tunjukkan ke teman-temannya, Zayn dan Zahrain. Zari menjemput mereka sebelum ke sekolah supaya mereka dapat pergi bersama-sama.
Selama di perjalanan Zari menceritakan alat barunya. Tentu saja Zayn dan Zahrain kagum dengan alat baru milik Zari. Namun, Zari mengatakan bahwa alatnya masih perlu banyak uji coba dan belum bisa digunakan secara maksimal. Zari masih harus menemukan 1 alat lagi dimana alat itu hanya di jual di daerah Papua.
Saat sedang asyik bercerita, tiba-tiba tangan Zari bergetar. Ternyata Zahrain memencet tombol “move” dari jam tersebut. Zari sangat panik karena sepertinya jamnya berfungsi, namun ia tidak tahu harus melakukan apa-apa. Ketiga sahabat itu tiba-tiba merasa seperti ditarik dari atas oleh sesuatu. Mereka berteriak karena takut dan panik. Sekitar 1 menit setelah ketegangan itu, mereka seperti terjatuh di sebuah ujung hutan.
Mereka bertiga sama-sama kebingungan karena tidak tahu apa yang baru saja terjadi dan dimana mereka saat ini. Setelah melihat-lihat sekitar mereka membaca sebuah plang jalan bertuliskan “Jalan sejauh 500 langkah, maka kamu akan sampai di tempat yang dituju”. Mereka heran karena tulisan di plang itu tiba-tiba menghilang. Mereka mengikuti arahan dari plang jalan.
Setelah 500 langkah, mereka berhenti di sebuah pos. Mereka juga melihat papan yang bertuliskan “Minumlah air ini untuk menambah tenaga kalian”. Mereka segera meminum air tersebut. Bismillah..Glek… glek.. glek… Subhanallah, air itu sangat segar. Saat sedang menikmati istirahatnya, tiba-tiba mereka didatangi oleh seorang pemuda seusia mereka. Pemuda tersebut bernama Zahir.
“Siapa kalian? Apa keperluan kalian datang ke Sentani?” tanya pemuda tersebut.
Mereka tidak lekas menjawab. Zari heran dengan burung yang bersandar di Pundak pemuda itu. Ya, itu adalah burung cendrawasih. Burung khas Papua-Indonesia yang keberadaannya hampir punah. Masyaallah.
Dengan tergagap, Zahrain pun menjawab “Kami kemari karena teleportasi dari alat yang dibuat oleh teman kami. Namun sepertinya alat ini tidak bisa kami pakai untuk kembali ke kota kami.”
“Oh, begitu. Aku akan membantu kalian agar kalian bisa pulang ke kota kalian”, jawab Zahir.
“Alhamdulillah, terima kasih atas bantuanmu. Tapi dimanakah kita sebenarnya. Apa benar ini Sentani Papua?”, tanya Zari.
“Iya betul. Ah benar, perkenalkan ini cendrawasihku. Namanya Lestari. Lestari, beri salam.”
Tiba-tiba burung cendrawasihnya mengulurkan sayapnya. Wah, ini luar biasa. Pemandangan yang indah. Zahir pun menanyakan tentang jam teleportasi milik Zari. Zahir menawarkan alat yang ia miliki untuk jam teleportasi Zari. Zari sangat berterima kasih dengan Zahir.
Zahir pun mengajak mereka bertiga ke laboratoriumnya. Ia mengambi, sebuah alat kecil berwarna hitam. Alat tersebut dimasukkan ke dalam jam milih Zari.
“Nah, sekarang jam mu sudah sempurna. Kamu bisa memakainya untuk kembali ke kotamu. Alat yang aku masukkan adalah batu alam khas Sentani. Batu ini memiliki molekul yang bisa meningkatkan kinerja alat-alat elektronik. Nah cobalah sekarang.”
Zari buru-buru mencobanya. Ia memilih Jakarta sebagai tujuannya. Sebelum menekan tombol “move”, mereka bertiga berpamitan dulu dengan Zahir. Mereka berjanji suatu hari nanti mereka akan kembali ke Sentani karena kini mereka telah menjadi sahabat. Zari pun menekan tombolnya. Dalam hitungan detik mereka kini telah kembali ke Jakarta. Perjalanan mereka sangatlah menakjubkan. Ketiga sahabat itu mendapat pengalaman jalan-jalan ke Sentani Papua dan melihat burung cendrawasih yang unik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H