Sudah diketahui bahwa China adalah negara yang maju apalagi melihat kemajuan ekonomi China dalam satu dekade terakhir. Kemajuan ekonomi yang mengesankan berasal dari investasi, perdangan, hinggal kapitalisasi melalui pinjaman finansial. Pada tahun 2020 total GDP Cina mencapai US$ 14,723 triliun. Walaupun hanya naik 2,3% dari tahun sebelumnya, angka ini masih menakjubkan di tengah pandemi Covid-19 yang mewabah seluruh dunia di mana negara-negara lain justru mengalami ancaman resesi ekonomi.
Namun demikian, kekuatan kapitalisasi China yang sangat besar diduga sebagai strategi ekspansi ekonomi pemerintah China secara global melaui pendanaan besar-besaran di bidang infrastruktur dan sejenisnya. Tertulis lebih dari 60 negara menerima pendanaan dari pemerintah china. Pendanaan besar-besaran ini selain karena aktifitas ekonomi juga menjadi menjadi strategi diplomasi geopolitik untuk mempengaruhi negara penerima dana.
Seperti yang terjadi di negara-negara Afrika. China aktif memberikan pendanaan untuk membantu kawasan yang tertinggal di negara negara tersebut. Namun terjadi kejanggalan dimana besarnya jumlah pinjaman yang diberikan tidak sebanding dengan kemampuan negara untuk mengembalikan, sehingga terjadi jebakan utang atau debt trap. Pada tahun 2018 utang gabungan negara-negara di kawasan Afrika mencapai terscatat sebesar US$ 60 miliar dan hampir 95% utang ini belum terlunasi dan masih berjalan dengan adanya kerjasama Cina-Afrika. (Faris A, 2022).
Kekuatan dominasi China baik dari sektor keuangan maupun proyek menciptkanan kondisi ketidakmampuan untuk mengembalikan utang dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena struktur kekuasaan (structural Power) yang berbeda antara Cina dengan Zimbabwe, Kamerun, dan Djibouti.
Potensi goods yang dimiliki Cina lebih besar menempatkan dirinya sebagai lender. Sementara ketiga negara Afrika ini bertopang pada needs yang besar dan berada pada posisi borrower. Timpangnya posisi Cina dengan negara Afrika ini membuat Cina tidak saja memiliki leverage dalam menentukan terms and confitions bagi Zimbabwe, Kamerun, dan Djibouti, tetapi juga membentuk kekuasaan yang mendominasi ekonomi ketiga negara ini. Karena itu, kita melihat bagaimana Zimbabwe, Kamerun, dan Djibouti,tidak memiliki pilihan selain "menyerahkan" sektor strategisnya seperti infrastruktur, finansial, serta aturan-aturan terkait utang kepada Cina. (Faris A, 2022)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI