[caption id="attachment_145167" align="aligncenter" width="640" caption="Poster Film "][/caption] Real Steel (2011) ★★☆☆ Directed by: Shawn Levy Starring: Hugh Jackman, Dakota Goyo, Evangeline Lily, Hope Davis Lagi, Hollywood mengeluarkan film yang bercerita tentang robot. Kali ini bukan hanya pertarungan robot biasa tetapi pertarungan yang dilakukan oleh para robot di dalam ring. Ada satu kesamaan antara Real Steel dan Transformers, ekstekutif produsernya adalah Steven Spielberg. Ada sedikit jaminan mutu dari orang-orang dibelakang Real Steel yang membuat film ini terjamin kualitasnya. Tetapi sayang, karena buat saya nama besar saja tidak cukup. Real Steel diangkat dari cerita pendek berjudul Steel karya Richard Matheson (juga yang menulis I Am Legend) bercerita tentang pertarungan robot layaknya atlet tinju atau pegulat profesional serta hubungan ayah dan anak. Di tahun 2020 olahraga gulat dan/atau tinju diambil alih oleh para robot besi dan manusia yang mengendalikannya di luar ring. Adalah Charlie Kenton (Hugh Jackman, orang Autralia yang kali ini memperlihatkan aksen orang selatan Amerika) mantan petinju bermasalah yang sekarang beralih profesi menjadi petarung robot dan harus bertemu kembali dengan sang anak, Max Kenton (Dakota Goyo), yang ternyata membawa masalah baru dalam hidupnya. Premis cerita film ini sangat klise sekali tentang hubungan ayah dan anak yang kurang baik serta bagaimana seorang pecundang berjuang untuk meraih kemenangan. From zero to hero formula. Saya tidak melihat hubungan chemistry yang terjalin dengan baik antar aktor sehingga film ini terasa hambar. Juga film ini terasa seperti iklan berjalan karena banyaknya product placement sebagai barang jualan dalam film (hal yang wajar, banyak juga film Indonesia yang seperti ini). Untung saja film ini ditolong dengan ending yang cukup memuaskan sehingga premis klise yang sudah dibangun dari awal film tidak terlihat basi. Untuk skala hiburan, Real Steel memang menjual layaknya film Hollywood kebanyakan. Sutradara Shawn Levy, yang sebelumnya lebih banyak terlibat dalam film komedi seperti Big Fat Liar, Just Married, Night at the Museum, Date Night, dan lain-lain, sepertinya kurang mampu keluar dari zona amannya untuk menyutradari film aksi keluarga seperti Real Steel. Aksi para robot tentunya dibantu oleh replika asli yang ditambah dengan tekhnologi CGI. Tetapi sayang, para robot dalam film ini, terutama Atom si robot utama, tidak memperlihatkan kalau mereka juga memiliki hati dan rasa. Berbeda misalnya ketika kita menonton Wall-E atau Star Wars yang walaupun sama-sama robot tetapi memiliki perasaan. Juga dengan Hugh Jackman, saya kurang sreg melihat aktor ini selain perannya sebagai Wolverine. Real Steel tidak memperlihat akting Jackman secara maksimal. Juga jangan lupakan wanita Lost, Evangeline Lily, yang sepertinya hanya menjadi pemanis film. Sangat sayang bahwa Real Steel akhirnya terjebak dalam cerita manis tentang mimpi amerika, dongeng ayah dan anak, serta aksi hiburan standar khas Hollywood. Real Steel bisa lebih dari itu. Beruntung publik Indonesia tidak terlalu telat untuk menonton film ini. Saya berharap mulai November 2011 (kabarnya The Adventure of Tintin sudah masuk LSF), distribusi film di Indonesia kembali normal dan bisa menonton film-film musim dingin dengan tepat waktu (terutama film-film awards season). Bila Anda ingin menonton film di akhir pekan ini, coba cari film lain seperti Super 8, Cars 2, atau Warrior. Namun bila tidak ada pilihan lain, Real Steel masih layak untuk ditonton. Real Steel is pretty decent movie that Hollywood loves to make. You want it more but at the same time you just got fooled. (FBS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H