Indonesia tidak pernah kehabisan berita miris tentang nasib Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang diperlakukan buruk, bahkan biadab baik di negara asing maupun di negerinya sendiri. Akhir Februari lalu (Kamis, 27/2), seorang TKW asal Kupang,  Riska Bota (22), harus meregang nyawa di Rumah Sakit Methodist oleh karena perlakuan buruk yang diterimanya bersama dengan kelimabelas teman wanitanya dari majikan mereka. Majikan mereka yang bernama Mohar, pengusaha sarang walet, mempekerjakan mereka dengan cara menyekap para pekerja wanita ini di dalam sarang walet kepunyaanya dengan buruk dan tidak manusiawi.
Akibat perlakuan buruk dan tidak manusiawi dari Sang Majikan mengakibatkan tidak hanya Riska Bota yang harus meregang nyawah tetapi salah seorang temannya yang bernama  Marni Baur (24) juga diduga meninggal sebelumnya, karena dianiaya oleh sang majikan.
Keenambelas TKW asal NTT yang kebanyakan masih di bawah umur ini dipekerjakan oleh Mohar sebagai penjaga Sarang Walet miliknya di Jalan Brigjen Katamso, Kompleks Family Lingkungan I Kelurahan Titi Kuning, Medan. Para TKW ini disekap di dalam sarang walet; dibatasi untuk ke luar dari ruangan yang menjadi sarang walet;  serta diberikan makan ala kadarnya, sehingga tatkala digeberek dan dibebaskan polisi kondisi mereka sangat mengenaskan.
Keempat belas TKW yang berhasil dibebaskan polisi ini segera dibawa ke RSU Pirngadi dan RS Deli, untuk mendapatkan perawatan di  Medan oleh karena berbagai penyakit akibat disekap dalam ruangan pengap dengan pasokan makanan yang terbatas. Ada yang mengalami sakit maag akut seperti korban yang bernama Veronika oleh karena faktor makanan; ada juga yang terjangkit hispa. Mereka masih dirawat di rumah sakit sampai pulih kembali baik secara fisik maupun psikologis (karena dilakukan tes kejiwaan juga kepada semuanya).
Selain diperlakukan secara tidak layak, para TKW ini juga mengaku bahwa mereka tidak pernah diberikan gaji oleh Mohar selama tiga tahun, sejak 2011. Para TKW hanya diminta menandatangani sebuah kuitansi kosong, tanpa menerima uang sepeser pun.
Pasca penggerebekan, pihak kepolisian Polresta Medan langsung mengamankan dan menetapkan Mohar sebagai tersangka dengan jeratan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, tentang eksploitasi dan perdagangan anak.
Penerapan pasal ini oleh beberapa pihak masih dianggap tidak tepat karena ada indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Mohar terhadap TKW wanita di bawah umur karena hak-hak dasar mereka sebagai manusia tidak diindahkan oleh Mohar, yang menyebabkan para karyawatinya ini terpaksa menderita sakit dan bahkan dua diantara meninggal dengan dugaan akibat perlakuan buruk yang mereka alami.
Kasus ini telah menjadi sorotan sejumlah pihak terutama dari Komnas HAM, termasuk komisi perlindungan anak.
Hal ini menjadi catatan penting untuk Pemprov NTT juga. Pemprov NTT semestinya lebih ketat mengawasi agen-agen tenaga kerja untuk mendeteksi kemungkinan agen-agen yang terlibat dalam jaringan mafia perdagangan wanita dan remaja.
Diduga salah seorang pemasok para TKW ini bernama Rebeca dan statusnya masih dinyatakan buron. Rebeca diduga menjadi penyalur TKW dari Kupang ke Mohar yang berada di Medan secara ilegal.
Pihak Polresta Medan juga harus memperhitungkan dan menyelidiki betul riwayat kematian dua TKW sebelumnya: apakah murni karena sakit ataukah disebabkan oleh karena perlakuan yang buruk, jaminan kesehatan yang tidak memadai yang merupakan bagian dari kelalaian sang majikan? Hal ini penting untuk rasa keadilan bagi para korban yang tidak bisa bersaksi lagi dan tidak pernah menerima gaji sampai dengan hari kematian mereka serta rasa keadilan kelimabelas TKW yang saat ini masih dirawat di rumah sakit.