[caption id="attachment_316356" align="aligncenter" width="560" caption="Gambar (kaskus.co.id)"][/caption]
Pasca Pilpres 2014, publik dibingungkan dengan hasil quick count aneka lembaga survey. Delapan lembaga survei mengunggulkan Jokowi-Jk, sementara 4 lembaga survey memenangkan Prabowo-Hatta. Kebingungan ini semakin diperparah oleh sokongan aneka stasiun televisi swasta yang oleh publik sudah diketahui memihak salah satu paket.
Televisi kepunyaan Hary Tanoe dan Aburizal Bakrie  hanya menayangkan secara gencar hasil quick count ke-4 lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta. Sedangkan Televisi milik Surya Paloh hanya menayangkan hasil perhitungan cepat ke-8 lembaga survei yang mengunggulkan Jokowi-JK.
Hubungan antara ketiga pemilik media dengan paket capres tertentu ini semakin membuat masyarakat Indonesia meragukan kredibilitas dan netralitas dari hasil perhitungan cepat semua lembaga survey, tanpa kecuali. Rupanya, inilah hasil yang ingin dicapai oleh para makelar politik dengan memunculkan hasil perhitungan yang bertolak belakang: menghancurkan kredibilitas semua lembaga survey, termasuk yang dianggap kredibel selama ini.
Akan tetapi, perlahan-lahan mulai terkuak bak seleksi alam: yang mana lembaga kredibel dan yang bukan. Belakangan keyakinan masyarakat Indonesia terhadap akurasi hitung cepat aneka lembaga survey tersebut, kembali dipulihkan pasca bermunculan real count versi sukaralewan.
Masyarakat mulai membandingkan mana hasil hitung cepat yang mendekati/mirip dengan real count berdasarkan data yang dipublikasikan KPU dan yang mana berupa rekayasa semata untuk membunuh kredibilitas lembaga survei yang lain.
Di ujung pengumuman KUP pada pukul empat sore nanti, masyarakat Indonesia akan bisa menilai secara tuntas dan memberikan keputusan secara lugas: yang mana lembaga survei yang bisa dipercaya ke depan yang mana lembaga survei yang harus dimasukkan di dalam daftar hitam sebagai lembaga survei pelacur politik.
Black list dari warga masyarakat terhadap lembaga survey yang terbukti hari ini sebagai lembaga abal-abal penting untuk mengontrol para akademisi yang bergerak di bidang survei untuk benar-benar menjunjung tinggi asas kebenaran dan kejujuran, sehingga bisa dipercaya oleh rakyat.
Hal ini dapat mencegah bermunculannya lembaga survei abal-abal menjelang pemilu yang melacurkan diri dalam dunia politik.
Bila perlu para pelaku yang melakukan survey abal-abal tersebut dipolisikan saja, karena tindakan mereka telah memperkeruh suasana dan mengancam stabilitas nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H