Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mungkinkah "Lelang Jabatan" Diseragamkan di Indonesia?

25 Juni 2013   20:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:26 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13721709511219491591

[caption id="attachment_251267" align="aligncenter" width="553" caption="Ilustrasi (reformasibirokrasi.com)"][/caption]

Salah satu program unggulan Jokowi-Ahok adalah sistem lelang jabatan melalui mekanisme seleksi transparan. Tujuannya, untuk memetakan Sumber Daya Manusia yang bekerja sebagai pegawai tata kelolah pemerintahan di Pemprov DKI Jakarta. Sehingga Pemprov bisa mendudukan orang yang tepat/kapabel pada tempat semestinya. Hal ini bisa meminimalisasi "adanya pengangguran terselubung" di lingkungan birokrasi karena orang yang ditempatkan di sebuah jawatan pemerintahan sebenarnya tidak memenuhi syarat.

Praktik KKN (Kolusi, korupsi, dan Nepotisme) juga bisa diminimalisai melalui sistem pelelangan ini. Peluang untuk menempatkan orang partai, keluarga, atau yang menyogok bisa ditutup. Diharapkan dengan cara ini, tata kelolah pemerintahan mulai dari lingkungan kelurahan sampai propinsi dapat lebih efektif dan efisien karena ditempatkan oleh orang-orang yang sungguh berkomepeten dalam bidangnya.

Itu ideal yang diharapkan dengan adanya sistem lelang jabatan. Hasilnya sudah mulai dirasakan oleh orang Jakarta. Meskipun masih saja ada pro-kontra tetapi langkah Jokowi-Ahok ini mesti didukung jika masyarakat menginginkan reformasi total dalam tubuh birokrasi.

Diam-diam saya mempunyai kerinduan andaikan sistem lelang jabatan ini diatur dari pusat melalui permen atau inpres atau apa pun jenis aturannya, sehingga menjadi sebuah panduan bagi semua pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Tujuannya, agar agenda reformasi birokrasi yang digulirkan pada 15 tahun silam bukan hanya diimplementasikan di DKI Jakarta saja, tetapi di seluruh wilayah NKRI. Apalagi dengan adanya otonomi daerah, malah trend munculnya raja-raja kecil di daerah dengan mentalitas KKN di tubuh birokrasi malah menguat.

Apakah hal ini dimungkinkah oleh Undang-undang sehingga tidak bertabrakan dengan UU tentang otonomi daerah, di mana presiden atau kemendagri yang mengurusi birokrasi masih diberi ruang untuk mengatur dan mengontrol tranparansi tata kelolah pemerintahan di daerah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun