Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kog, Anak SMU Sekarang Ini Berbeda Ya?

8 Oktober 2012   00:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:06 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang Guru sebuah SMU Negeri di Kota Ruteng mengeluhkan tingkah anak didiknya saat ini dengan mengacu pada pola perilaku para  murid pada zamannya. "Dulu para murid selalu menghormati guru baik di ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas. Sekarang para murid jarang menghormati guru ketika sudah berada di luar kompleks sekolah. Mereka terkadang cuek ketika berjumpa gurunya. Dulu para murid tidak berani merokok di depan guru. Sekarang, ketika berangkat dan pulang ke sekolah, para murid berjalan sambil merokok tanpa beban, meskipun berjalan bersama atau berpapasan dengan gurunya. Bahkan ketika ditegur gurunya pun mereka melawan dan membantah dengan mengatakan: "toh bukan pakai uangmu untuk membeli rokok." Singkatnya, dulu para  murid mudah diatur, sekarang malah makin sulit diatur. Apa salahnya ya?"

Memang perlu disadari bahwa zaman terus berubah, banyak hal yang sudah berubah. Tidak adil juga jika menilai apa yang terjadi sekarang dengan kaca mata guru atau orang tua pada zaman dahulu. Jika tetap memaksakan apa yang dinilai sekarang dengan yang terjadi sebelumnya, maka akan berbuah penolakkan dari anak-anak. "Ah, bapa tuh kuno sih, gak gaul. Sedikit-sedikit mengatakan dulu kami tidak seperti itu." Jika sudah terjadi demikian, maka pintu bagi dialog dari hati ke hati sudah tertutup rapat.

Seiring zaman pola relasi, guru-murid memang sudah agak bergeser. Dulu, guru disegani baik di ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas. Figur guru menjadi acuan bagi siswanya. Sekarang ini pola relasi tidak lagi atas-bawah. Terkadang para murid memperlakukan gurunya seperti rekan sebanyanya atau sahabat. Mungkin saja, model pendekatan "hadir sebagai sahabat" bagi para siswa akan lebih diterima dan efektif dalam mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan kepada mereka. Gaya otoriter dengan sistem menanamkan rasa takut dengan harapan menuai ketaatan murid mungkin perlu dikoreksi sedikit. Sejauh yang saya amati, para guru yang berjiwa muda, yang selalu berusaha membaur dalam kegiatan di luar jam sekolah bersama dengan para siswanya lebih mudah diterima dan didengarkan oleh para muridnya. Karena mungkin saja, gaya seperti ini sangat menyentuh hati mereka karena mereka merasa bahwa guru bersangkutan sungguh-sungguh memahami dunia dan persoalan mereka. Memang tidak mudah bagi para guru untuk tampil dengan jiwa muda, misalnya menyanyikan lagu-lagu yang lagi hits bagi mereka misalnya sebagai pintu masuk dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada mereka. Tetapi, apa salahnya dicoba untuk hadir tanpa mengadili tetapi berusaha memahami dunia mereka dan berbicara tentang nilai-nilai kehidupan dengan bertitik tolak pada zaman yang mereka masuki.

Makin sulit memang menghadapai generasi teknologi informasi yang jelas berbeda jauh dengan zaman "kuda gigit besi" dari para guru. Hehehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun