Seorang Guru sebuah SMU Negeri di Kota Ruteng mengeluhkan tingkah anak didiknya saat ini dengan mengacu pada pola perilaku para  murid pada zamannya. "Dulu para murid selalu menghormati guru baik di ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas. Sekarang para murid jarang menghormati guru ketika sudah berada di luar kompleks sekolah. Mereka terkadang cuek ketika berjumpa gurunya. Dulu para murid tidak berani merokok di depan guru. Sekarang, ketika berangkat dan pulang ke sekolah, para murid berjalan sambil merokok tanpa beban, meskipun berjalan bersama atau berpapasan dengan gurunya. Bahkan ketika ditegur gurunya pun mereka melawan dan membantah dengan mengatakan: "toh bukan pakai uangmu untuk membeli rokok." Singkatnya, dulu para  murid mudah diatur, sekarang malah makin sulit diatur. Apa salahnya ya?"
Memang perlu disadari bahwa zaman terus berubah, banyak hal yang sudah berubah. Tidak adil juga jika menilai apa yang terjadi sekarang dengan kaca mata guru atau orang tua pada zaman dahulu. Jika tetap memaksakan apa yang dinilai sekarang dengan yang terjadi sebelumnya, maka akan berbuah penolakkan dari anak-anak. "Ah, bapa tuh kuno sih, gak gaul. Sedikit-sedikit mengatakan dulu kami tidak seperti itu." Jika sudah terjadi demikian, maka pintu bagi dialog dari hati ke hati sudah tertutup rapat.
Seiring zaman pola relasi, guru-murid memang sudah agak bergeser. Dulu, guru disegani baik di ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas. Figur guru menjadi acuan bagi siswanya. Sekarang ini pola relasi tidak lagi atas-bawah. Terkadang para murid memperlakukan gurunya seperti rekan sebanyanya atau sahabat. Mungkin saja, model pendekatan "hadir sebagai sahabat" bagi para siswa akan lebih diterima dan efektif dalam mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan kepada mereka. Gaya otoriter dengan sistem menanamkan rasa takut dengan harapan menuai ketaatan murid mungkin perlu dikoreksi sedikit. Sejauh yang saya amati, para guru yang berjiwa muda, yang selalu berusaha membaur dalam kegiatan di luar jam sekolah bersama dengan para siswanya lebih mudah diterima dan didengarkan oleh para muridnya. Karena mungkin saja, gaya seperti ini sangat menyentuh hati mereka karena mereka merasa bahwa guru bersangkutan sungguh-sungguh memahami dunia dan persoalan mereka. Memang tidak mudah bagi para guru untuk tampil dengan jiwa muda, misalnya menyanyikan lagu-lagu yang lagi hits bagi mereka misalnya sebagai pintu masuk dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada mereka. Tetapi, apa salahnya dicoba untuk hadir tanpa mengadili tetapi berusaha memahami dunia mereka dan berbicara tentang nilai-nilai kehidupan dengan bertitik tolak pada zaman yang mereka masuki.
Makin sulit memang menghadapai generasi teknologi informasi yang jelas berbeda jauh dengan zaman "kuda gigit besi" dari para guru. Hehehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H