Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Tubuh, Maraknya Kasus Pemerkosaan vs Penghargaan atas Tubuh

30 April 2013   12:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:22 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1367300145241301535

[caption id="attachment_240846" align="aligncenter" width="415" caption="Ilustrasi (iwcvt.blogspot.com)"][/caption]

Akhir-akhir ini media makin gencar memberitakan aneka kasus pemerkosaan dengan aneka motif. Korban pun beragam mulai dari anak-anak kecil, remaja, hingga orang dewasa. Ada yang bermotif pelampiasan sawat semata, ada yang bermotif perampokan dan penutupan aib, sehingga berakhir dengan pembunuhan korban. Bisa jadi hal ini sering terjadi sebelum-sebelumnya tetapi jarang diekspos, dan baru seolah-olah menjadi tampak "lebih marak" setelah di-blow up oleh kemajuan dalam bidang media elektronik sehingga publikasinya semakin intens dengan jangkauan penyebarannya makin luas.

Semua kasus ini jelas sangat mengoyak rasa kemanusian siapa pun yang masih memiliki nurani. Siapa pun pasti mengutuk tindakan pemerkosaan ini. Mengapa? Wanita yang menjadi korban perkosaan ditempatkan sebagai "objek" pelampiasan hasrat segelintir oknum. Tindakan para pemerkosa memang selevel binatang di padang rumput. Bahkan binatang lebih memiliki perikebinatangan daripada oknum manusia yang katanya jauh lebih hebat dari binatang karena memiliki akal budi dan nurani. Binatang saja kalau pingin kawin tidak asal kawin. Mereka kawin berdasarkan musim kawin. Ada saat binatang kawin, tetapi tidak asal tabur. Manusia seharusnya jauh lebih baik peri hidupnya daripada binatang.

Banyak faktor yang menyebabkan penyimpangan perilaku terkait pemerkosaan terhadap kaum wanita. Namun yang ingin dikemukakan dalam artikel ini adalah sejauh mana manusia memahami hakekat tubuh sesamanya. Manusia harus dipandang secara utuh dan tidak dimutilasi per bagian. Tubuh wanita itu indah dipandang sebagai karya seni tertinggi dari yang ilahi justru dalam totalitasnya. Ketika tubuh wanita dipandang secara parsial berdasarkan bagian-bagiannya, maka yang terjadi adalah menjadikan tubuhnya sendiri dan tubuh sesamanya sekedar "alat" pemuas ego.  Totalitas penghargaan atas tubuh manusia yang di dalamnya berdiam yang rohani/spiritual/ilahi sehingga pantas diperlakukan dengan rasa hormat yang mendalam perlu dikedepankan. Cara pandang bias atas tubuh manusia inilah yang kemudian bisa melahirkan perlakuan menyimpang atas tubuh kita sendiri dan tubuh sesama kita.

Manusia bisa dilihat, dikenal, dan bisa berinteraksi dengan sesamanya karena memiliki tubuh. Sebab itu, tubuh manusia, entah berpakaian lengkap atau telanjang akan tetap menjadi tubuh yang sama, menjadi bahasa untuk berkomunikasi dengan pribadi yang lain. Dalam perpektif ini, ketika saya mengatakan, "saya melihat anda" dan "saya melihat tubuh anda", maksudnya tetaplah sama. Yang saya lihat tetaplah manusia yang bertubuh. Karena anda tidak mungkin dapat saya lihat, jika anda tidak memiliki tubuh. Anda akan disebut kuntilanak, demit, atau makhluk halus lainnya. Terkadang, pernyataan "saya melihat tubuh anda" dipahami secara sempit seolah-olah "saya telah melihat tubuh telanjang anda." Inilah saya satu cara pandang bias atas hakekat tubuh manusia yang melahirkan reaksi bias atas tubuh sesama.

Tentu masih banyak faktor lain yang memicu tindakan pemerkosaan dan pelecehan terhadap martabat pribadi manusia sebagai makluk yang seharusnya dihargai, dihormati dan diperlakukan sebagaimana mestinya.

Terkadang dalam hati kecil muncul pertanyaan, "apakah para pelaku tindakan pelecehan dan pemerkosaan terhadap sesamanya tidak pernah berpikir bahwa dirinya mempunyai saudari dan ibu yang melahirkannya?" Mengapa orang mudah lupa bahwa dulu pernah dilahirkan dengan susah payah oleh makhluk yang sama dengan yang dijadikannya korban? Mungkin orang tidak takut akan Tuhan, siksaan neraka, penjara, tetapi apakah tidak merasa bersalah karena dulu pernah dilahirkan dari saluran yang sama dengan susah payah oleh seorang ibu serentak sebagai seorang perempuan? Bagaimana rasanya kalau saudari dan ibunya sendiri diperlakukan demikian?

Semuanya kembali lagi ke nurani masing-masing. Tetapi sebagai sesama manusia, rasa kemanusiaan siapa pun pasti ikut tersobek-sobek jika mendengar, melihat, membaca dan mengetahui maraknya fenomena pelecehan, pemerkosaan dan pembunuhan belakangan ini. Jelas telah terjadi degradasi moralitas manusia oleh maraknya kejadian ini.

Tumbuhkanlah penghargaan dari dalam hati sendiri terhadap sesama manusia tanpa memandang bulu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun