Sedih rasanya mengamati perkembangan kontroversi SALIB UAS di media sosial. Polemik salib UAS melahirkan keterbelahan di tengah warganet: perang kata-kata dan argumentasi di antara kelompok pro dan kontra terhadap UAS tidak selalu rasional dan objektif. Yang lebih banyak muncul malah saling hujat, saling hina dan saling memaki. Apakah itu yang dinamakan orang yang mengaku beriman???
Seruan PGI, KWI, dan MUI (dengan pertimbangan rasional) yang pada intinya ajakan untuk menahan diri, tidak terprovokasi dan menyelesaikan polemik ini dengan kepala dingin serta tanpa harus dibawa ke proses hukum seolah tidak digubris masing-masing umatnya.Â
Inisitif-inisiatif pribadi dan kelompok yang mengatasnamakan umat kristiani bermunculan melaporkan UAS ke polisi (minimal sudah 3 kelompok).
 Tanggapan juga muncul dari kubu pembela UAS: salah satu pelapor UAS  dilaporkan balik karena mengunggah berkas laporan polisi ke medsos yang dianggap mencemarkan nama baik UAS.
Sebagai umat Kristiani dan WNI, secara pribadi saya menyayangkan aksi lapor-melapor UAS ke ranah hukum, apalagi dengan penggunaan pasal karet penodaan agama. Saya salah satu warga negara Indonesia yang tidak setuju dengan pasal karet tersebut.
Sebagai penganut Kristiani, saya menantang diri dengan beberapa pertanyaan kritis: apakah UAS sungguh menodai agamaku apalagi Tuhanku? Apakah Tuhan Yesus juga ternoda dengan ucapan UAS? Siapakah aku ini sampai harus membela agama dan Tuhan Yesus? Apakah imanku lantas terguncang oleh karena perkatan UAS? Apakah perkataan UAS kemudian mengurangi kebenaran imanku akan Salib Yesus Tuhanku?Â
Jawabanku: TIDAK. Apapun perkataan orang tidak akan pernah menodai agama dan Tuhanku karena kebenaran agama dan Tuhanku tidak bergantung pada kata orang tentangnya. Tuhanku pun tidak akan tersinggung, marah, apalagi mewek tatkala dihina, karena kalau Dia tersinggung dan mewek, Dia bukan Tuhan! Aku hanyalah manusia lemah yang hanya berusaha mengikuti Dia di jalan Salib-Nya dan tidak pantas membela-Nya. Karena kalau Dia adalah Allah yang Mahakuasa, Ia tidak perlu pembelaan manusiawiku. Imanku takteguncang sedikitpun oleh karena dihina, dicaci-maki dan dilecehkan karena imanku bergantung pada apa kata Kitab Suciku tentang Dia bukan pada apa komentar orang tentang-Nya.Â
Jadi, bagiku woles aja bro dan sis. Gak perlu tuh lapor-melapor, gak perlu hujat-menghujat, gak perlu menghabiskan energi dan membebani negara untuk mengurus persoalan rasa tersinggung dan sakit hati umat beragama Samawi  di Indonesia yang memang dari sejak lahirnya tidak akan pernah seiring sejalan dalam ajaran dan credonya, bahkan 'bertarung' memenangkan pengikut, meskipun dilahirkan dari rahim yang sama.Â
Karena meskipun UAS nantinya dihukum, masih akan muncul warga negara lainnya yang akan melakukan hal yang sama, tidak pandang agamanya apa, jika belum memiliki kematangan iman dalam diri masing-masing pemeluknya.
Jika proses hukum terhadap UAS hanya untuk efek jera, saya tidak meyakini bahwa hukuman sipil akan menimbulkan efek jera bagi yang lain. Percaya deh!