Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rapuhnya Indonesia ketika Isu SARA "Dipemainkan"

20 Agustus 2019   18:30 Diperbarui: 20 Agustus 2019   20:28 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara Filosofis, kata Indonesia merupakan sebuah realitas ideal (dunia ide) untuk memayungi keindonesiaan kita yang pada dunia nyata terbentuk dari aneka pulau, suku, agama, ras, dan golongan. 

Sejarah panjang proses penemuan Istilah yang tepat untuk menggambarkan seluruh kenyataan real yang terangkum dalam istilah Indonesia yang kemudian disepakati sebagai sebuah nama final untuk negara kepulaun ini membuktikan bahwa tidak mudah bagi para pendiri bangsa untuk mencapai kesepakatan (Lihat:sejarah kata indonesia).Jadi, Indonesia adalah sebuah konsensus/kesepakatan bersama.

Apa yang mau dikatakan dengan kenyataan itu?Adakah yang bisa menunjukkan Indonesia itu seperti apa? Adakah yang bisa menjelaskan orang, bangsa dan budaya Indonesia seperti apa ketika ditanya sahabatnya yang berasal dari luar?

Ketika saya ditanya oleh sahabat dari bangsa lain, saya hanya bisa menjawab dengan jawaban real. Orang Indonesia adalah penduduk yang mendiami 17.504 pulau, dengan jumlah suku 1331 kelompok suku yang juga memiliki 652 bahasa daerah dan menganut beberapa agama dan aliran kepercayaan. Itu jawaban real yang bisa saya berikan untuk menjelaskan keindonesian saya. 

Fakta-fakta ini mau menunjukkan bahwa keindonesiaan kita dibentuk dari aneka kebhinekaan yang saling menguatkan dan memperkaya. Tidak ada satu pun suku/agama/budaya/daerah/ yang merasa superior dibandingkan yang lain, lantas menglaim diri sebagai yang paling Indonesia dan paling berhak menentukan masa depan bangsa.

Kenyataan plural ini harus disadari betul dalam diri setiap anak bangsa Indonesia pada era teknologi informasi, untuk  tidak 'memantik' isu SARA dalam interaksi sosial dengan yang lain.

Berkaca pada kasus Ahok, Abdul Somad, dan teranyar ucapan rasis terhadap anak Papua di Surabaya yang memicu gelombang demonstarasi dan pengusiran golongan pendatang di Manokwari dan Sorong yang berujung anarkis mempresentasikan kepada kita bahwa NKRI itu bak telur di ujung tanduk SARA. Jika isu SARA dimainkan dan dikapitalisasi baik secara sengaja maupun tidak untuk kepentingan apapun (bukan hanya politik, tapi bisa jadi agama, atau ekonomi), maka keindonesiaan kita bisa terancam pecah atau bubar. 

Siapa yang mau keindonesiaan kita pecah atau bubar? Jika ada sedikit saja rasa nasionalisme dan patriotisme di hati kita, maka yang membaca tulisan ini tentu tidak menghendaki Indonesia ini terkoyak dan bubar. 

Lalu bagaimana merawat kebhinekaan dan kerukunan di Indonesia?

Pertama, hindari olok-olok atau penghinaan terhadap suku, agama, ras dan golongan tertentu dalam relasi sosial baik di dunia nyata maupun terutama di dunia maya.

Kedua, sadarilah bahwa dalam bingkai kebhinekaan yang membentuk keindonesian kita, sesungguhnya setiap suku, agama, budaya, adalah sesungguhnya mayoritas di tempat tertentu tetapi minoritas di tempat lain. Kesadaran ini penting untuk menjauhkan kita dari pandangan dan sikap arogansi yang menganggap suku, agama, ras dan golongankulah yang mayoritas dan terbaik atau benar dan di luar aku kurang baik dan kurang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun