Bumi dan segala isinya sebenarnya cukup untuk semua orang, tetapi dikuasai segelintir orang sehingga sepertinya tidak cukup untuk dibagi kepada setiap anak manusia. Itulah kenyataan yang dialami saat ini. Ketimpangan sosial utara dan selatan, barat dan timur, Â antara negara kaya dan negara berkembang, antara konglomerat dan "konglomelarat" semakin terasa. Semuanya bersumber dari mana?
Salah satu penyebab hulunya, bersumber dari kereserakahan/ketamakan manusia. Karena serakah/tamak, maka bangsa-bangsa maju berusaha menjajah bangsa-bangsa lain dalam bentuk yang paling kasat mata maupun yang paling sublim. Yang paling kasat mata mungkin sudah tidak tampak yakni melalui kolonoalisme. Namun yang paling sublim masih tampak melalui korporasi-korporasi multinasional. Korporasi-korporasi multinasional ini mengusai bidang-bidang hajat hidup orang banyak di berbagai negara, terutama di benua bagian selatan dan timur.Â
Belum lagi di level nasional/bangsa, tidak semua warga negara memiliki tanah. Bahkan sumber-sumber pangan dan air yang seharusnya dinikmati gratis, saat ini tidak dimungkinkan lagi. Masyarakat pedesaan pun tidak bisa lagi mengonsumsi sumber-sumber mata air secara langsung dan aman. Semua mata air dikuasi oleh korporasi air minum kemasan, sehingga rakyat harus membeli untuk bisa minum. Lihat saja di perkampungan-perkampungan di kalimantan, rakyat harus membeli air galon untuk minum karena sumber-sumber air sudah dicemari zat-zat kimia berbahaya.Â
Pasti ada yang salah dengan semua fenomena tersebut.
 Yesus telah mengingatkan dua ribuan tahun yang lalu agar umat manusia waspada terhadap segala bentuk ketamakan. Karena bagi-Nya ketamakan adalah sumber chaos bagi manusia. Tamak/serakah selalu dikaitkan dengan nafsu untuk menguasai dan menumpuk harta benda bagi dirinya, keluarga, golongan, korporasi, dan bangsanya sendiri. Karena tamak, orang/keluarga/korporasi/bangsa berusaha untuk menguasai aset/sumber-sumber ekonomi untuk dirinya sendiri sembari 'merampas' secara halus maupun kasar yang dimiliki orang lain yang lebih lemah.
Karena serakah/tamak, orang yang sudah kaya, punya banyak tanah, koleksi mobil mewah masih juga melakukan tindakan korupsi. Buktinya yang diciduk KPK selama ini bukanlah orang-orang miskin, melainkan orang-orang berpunya. Semuanya karena sifat tamak/serakah yang mengusai diri.
Bagi Yesus, orang yang tamak/serakah sulit untuk berbagi dengan orang lain, alias pelit karena banginya menguasai dan menumpuk sebanyak-banyaknya lebih utama dari berbagi. Semakin banyak bumi atau negara ini dikuasi orang-orang tamak/serakah, maka kemiskinan dan ketimpangan sosial akan semakin sulit terjembatani.
Oleh karena itu, dalam salah satu kesempatan tatap muka dengan umat di pelataran Santo Petrus, Paus Fransiskus mengingatkan orang-orang kaya agar jangan buang-buang makanan. Pandanglah sekitarmu karena masih banyak yang kelaparan, tidak punya tanah, tidak punya tempat tinggal, tidak punya pakaian. Berbagilah dengan mereka karena untuk itulah fungsi sosial kekayaanmu.
Perumpamaan Yesus dalam Injil Minggu ini menjadi bahan permenungan untuk waspada dengan segala bentuk ketamakan/keserahakan.
Kemudian Yesus mengatakan kepada mereka perumpamaan berikut, "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya, 'Apakah yang harus kuperbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat untuk menyimpan segala hasil tanahku'." Lalu katanya, "Inilah yang akan kuperbuat: Aku akan merombak lumbung-lumbungku, lalu mendirikan yang lebih besar, dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum serta barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" Tetapi Allah bersabda kepadanya, "Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu! Bagi siapakah nanti apa yang telah kausediakan itu? Demikianlah jadinya dengan orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah" (Lukas 12:13-21).