Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kualitas Ahok Menantang Keseriusan Kaderisasi Parpol

14 Oktober 2015   09:04 Diperbarui: 14 Oktober 2015   12:38 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi Foto Ahok (beritacenter.com)"][/caption]

Belakangan ini mulai bermunculan nama-nama bakal petarung Ahok pada PILGUB DKI 2017. Mulai dari Ridwan Kamil, Sandiago Uno, Adhyaksa Dault, Nachrowi Ramli, Djarot Syaiful Hidayat, sampai Tantowi Yahya. Nama-nama ini sengaja 'dilemparkan' ke publik jauh-jauh hari (pilgub DKI masih 2 tahun lagi) untuk ngetes sejauh mana tanggapan publik terhadap mereka. Harapannya sejak jauh-jauh hari juga, warga DKI Jakarta langsung mencari tahu 'rekam jejak' dari nama-nama tokoh tersebut agar tidak membeli kucing dalam karung ketika tiba hari pemungutan suara. Fenomena munculnya berbagai nama yang berhasrat serentak digadang-gadang menjadi DKI 1 ini bisa dilihat secara positif sebagai bentuk tingginya rasa memiliki terhadap DKI Jakarta, sehingga banyak yang berlomba untuk menjadi pemimpinnya. Di sini lain memperlihatkan kepada publik bahwa Ahok menjadi 'ancaman' yang serius bagi parpol pada pilgub DKI 2017.

Kiprah Ahok yang Nonkompromistis

Ahok bukanlah pemimpin yang mementingkan citra diri demi investasi politik agar didukung dan dipilih lagi pada periode berikut. Apa buktinya?

Pertama, dia berani melawan Gerindra, partai yang mengusungnya dengan cara keluar dari parpol ketika polose parpol mulai bertentangan dengan nuraninya. Bagi banyak orang yang mementingkan citra dan dukungan parpol untuk kelanggengan kekuasaan, tindakan Ahok ini dianggap langkah 'bunuh diri' dalam karier politik. Sebenarnya Ahok tidak perlu keluar dari Gerindra jika ingin Gerindra menjadi kendaraannya pada periode berikutnya. Gerindra dan Barisan KMP yang mempunyai banyak kader dan pendukung pasti akan berusaha mati-matian menjegal AHOK menjadi Gubernur DKI sekali lagi. Tapi semua kemungkinan ini tidak dipikirkan Ahok. Ia berani keluar dari 'belenggu' partai agar bisa bekerja dengan bebas untuk rakyat tanpa membawa pesan sponsor dari parpol. 

Kedua, sejak awal kepemimpinannya hingga hari ini, Ahok tetap dengan gaya komunikasinya yang blak-blakan, meledak-ledak, dan impresif ketika berhadapan dengan hal-hal atau orang yang menurutnya gak benar, koruptor, dan pencapolok tanah negara. Meskipun gaya komunikasinya ini terus dikritik, Ahok memilih untuk tetap konsisten menjadi dirinya sendiri. Ia memilih untuk tidak basa-basi sekedar untuk menyenangkan hati pemirsa agar dipilih lagi pada periode berikut. Ia memilih tetap tampil apa adanya dan membiarkan rakyat sendiri dewasa dalam menilai mana yang lebih penting: kulit ataukah isi? Ia seolah tidak peduli harus kehilangan simpati dan dukungan dari mereka yang tidak suka dengan gaya bicaranya.

Ketiga, tindakan Ahok yang merelokasi warga ke rusunawa di titik-titik banjir DKI Jakarta berpotensi menghilangkan simpati warga yang kediamannya diobok-obok. Justru itulah yang berusaha dihindari oleh para pemimpin DKI sebelum Ahok. Mereka memilih untuk kompromistis dengan warga yang menduduki tanah negara di bantaran-bantaran sungai karena takut tidak dipilih lagi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Akan tetapi, Ahok tampil beda. Ia tidak mementingkan itu. Ia lebih mementingkan normalisasi Sungai dan waduk guna meminimalisir banjir serta memberikan tempat yang layak huni bagi warga DKI. Soal apakah tindakannya ini akan menjadi 'bumerang' baginya pada pilkada 2017, Ahok seolah tidak ambil pusing.

Keempat, Ahok memang lebih memilih cara-cara yang tidak populis dalam menata Ibu Kota, karena dia lebih memilih mencetak sejarah dengan berbuat yang terbaik selagi diberi kesempatan daripada sekedar berkuasa di DKI selama dua periode.

Kiprah Ahok memang melahirkan kecaman, caci maki, dan protes dari sebagian masyarakat dan terutama ormas-ormas tertentu, tetapi juga menuai simpati dari berbagai macam orang yang sudah lebih memahami kualitas cara kepemimpinan dan cara kerja Ahok menata DKI Jakarta. Di satu sisi, muncul gerakan melawan Ahok yang berusaha menjegal langkah Ahok. Di sisi lain, muncul gerakan 'teman Ahok' yang berusaha memuluskan langkah Ahok menuju DKI 1 pada 2017 melalui pengumpulan foto copy KTP. Hasil kerja teman-teman Ahok ini sudah berhasil mengalahkan suara-suara beberapa partai politik. Hal ini menjadi indikator bahwa kepemimpinan Ahok terasa dan berpengaruh terhadap begitu banyak orang, sehingga banyak orang yang mau menjadi relawan agar Ahok tidak berhenti membenahi Jakarta pada pilgub 2017.

Kritik dan Motivasi bagi Parpol

Kiprah dan kualitas kepemimpinan Ahok yang terasa sungguh-sungguh serius bekerja membenahi Jakarta secara maraton pantas membuat keder parpol-parpol yang ada. Bendera independen yang sudah dipasang oleh para sahabat Ahok merupakan bentuk perlawanan terhadap hegemoni parpol yang minus prestasi dalam mencetak kader-kader berkualitas untuk memimpin negara. Munculnya tokoh-tokoh yang digadang-gadang oleh beberapa parpol belakangan ini merupakan isyarat ketakutan untuk bersaing dengan Ahok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun