Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Darurat Pelacuran Politik?

21 Juli 2019   12:16 Diperbarui: 21 Juli 2019   12:18 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber:indovoices.com)

Pelacuran politik mengisyaratkan semua fenomena "bargaining" dan menjual diri, idealisme, prinsip etis demi kepentingan diri, kelompok, dan golongan dalam dunia perpolitikkan. Bargaining ini multiwajah, plastis serentak egnimatik, tersingkap sekaligus tersembunyi, menarik serentak dikutuk, dinikmati sekaligus diperangi.

Apa saja fenomena pelacuran politik? Hal ini tampak dalam fenomena politikus "kutu loncat"-tanpa prinsip ideologis dan lebih mengutamakan jabatan atau karier politik sehingga tanpa rasa malu berpidah haluan dari satu partai ke partai lain. Tampak dalam atraksi politik para wakil rakyat: berteriak demi rakyat untuk membungkus demi partai. Mereka akan menghalalkan segala macam cara demi citra politis di mata rakyat.

Juga tampak dalam partai "partai politik bunglon" yang secara licik dan masif memainkan peran berganti kulit sesuai animo dan suhu politik yang berkembang. Tanpa beban mereka memainkan peran antagonis sekaligus peran protagonis terhadap pemerintahan dan terhadap rakyat yang mereka klaim aspirasinya diwakili.

Secara individual tampak dalam menghalalkan segala cara (Machiavelian) untuk mendapatkan kekuasaan dan jabatan dengan menganggkangi prinsip-prinsip etis. Mereka akan diam terhadap kekuasaan yang korup, kebijakan yang keliru demi pengamanan karier politik atau jabatan. Jangan berharap suara-suara kritis lahir dari tubuh birokrasi. Mereka membiarkan nuraninya tenggelam, suara kritisnya dibungkam demi sesuap nasi. Karena kritis identik dengan oposisi sehingga harus didepak.

Yang paling mengerikan saat ini adalah wujudnya dalam bentuk 'politik uang' yang makin hari makin menguat dalam setiap perhelatan pemilu. Para politisi menebarkan uang tunai ke tengah masyarakat demi keterpilihan. Ongkos politilk yang tinggi selalu menjadi alibi pembenaran maraknya politik uang. Sehingga yang bisa bertarung di panggung politik selalu identik dengan sokongan modal.

Masih banyak gejala pelacuran politik yang bisa dideretkan di sini. Namun, satu hal yang perlu diingat bahwa apapun yang dimulai dengan cara yang salah tidak akan abadi di hati rakyat. Rakyat akan melihat mana yang sesungguhnya negarawan sejati dan mana yang hanya kumpulan pelacur-pelacur politik ketika mereka telah berkiprah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun