Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siapa pun Gubernur DKI, Banjir & Macet Akan Tetap Jadi Momok

19 Januari 2014   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13901144961561508274

[caption id="attachment_290805" align="aligncenter" width="590" caption="Illustrasi (poskota.co.id)"][/caption]

Jakarta selalu macet, Jakarta selalu banjir, semua orang yang rajin mengikuti berita pasti tahu. Dari tahun ke tahun, dari gubernur yang satu ke gubernur yang lain, dari presiden yang satu ke presiden yang lain, Jakarta tetap banjir dan macet.

Karena selalu jadi masalah krusial bagi Jakarta, maka tidak salah kedua masalah ini selalu dipolitisasi. Mulai dari yang berniat menjadi Gubernur DKI Jakarta, bagi yang memimpin DKI Jakarta, maupun bagi mereka yang menjadi lawan politik dari yang memimpin DKI Jakarta. Semuanya 'memanfaatkan banjir dan macet' sebagai insturmen untuk menggalang dukungan menuju DKI I maupun menjegal yang lain menuju DKI I.

Akan tetapi, bagi masyarakat yang tidak paham politik hanya tahu bahwa banjir dan macet adalah dua masalah yang harus bisa dituntaskan oleh pemimpinannya bagaimana pun caranya. Karena itu, setiap kali ada pergantian Gubernur DKI Jakarta, masyarakat selalu berharap 'semoga di era kepemimpinan mereka, banjir dan macetnya Ibu Kota bisa teratasi.' Namun, faktanya dari gubernur yang satu ke gubernur yang lain: Jakarta tetap dikenal sebagai Kota macet dan banjir.

Ketika Jokowi-Ahok tampil memimpin DKI Jakarta, semua warga masyarakat merindukan keberhasilan mereka mengatasi banjir dan macetnya Jakarta melalui kolaborasi dua model kepemimpinan yang berbeda. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Jokowi-Ahok selama setahun kepemimpinan mereka untuk mengatasi macet dan banjirnya Jakarta.

Terkait macet, relokasi pedagang kaki lima yang memadati badan-badan jalan di lakukan di berbagai titik macet. Penertiban parkir liar dengan cara pencabutan fentil ban sebagai syok terapy bagi warga yang selalu seenak perut memarkir kendaran digalakan. Dan berbagai upaya lainnya pun sementara dilakukan termasuk perbaikan dan promosi fasilitas transportasi publik untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Meskipun bisa saja dari penelitian berdasarkan data ada penurunan atau mungkin kenaikan tingkat kemacetan, yang kasat mata dilihat oleh masyarakat, Jakarta masih macet seperti biasanya.

Terkait banjir, bukannya Jokowi-Ahok diam saja selama setahun. Selama ini mereka juga telah berupaya ekstra keras untuk 'mengurangi' volume dan titik-titik banjir yang mungkin menggenangi Ibu Kota pada musim hujan. Mulai dari relokasi warga yang mendiami bantaran waduk, pengerukan dan normalisasi waduk, pengerukkan dan pembersihan sungai, sampai upaya menggalang kerja sama dengan Pemprov/pemda di bagian hulu Ibu Kota dalam hal penertiban vila-vila liar, dll. Meskipun berdasarkan penelitian dan data bisa saja terjadi penurunan volume dan titik-titik banjir ataupun sebaliknya, tetap saja yang kasat mata terlihat oleh publik, Ibu Kota masih tetap banjir.

Setiap tahun Jakarta masih tetap macet dan banjir, siapa pun gubernur dan presidennya. Setiap tahun juga rakyat selalu menjerit dan berteriak, "Jakarta Banjir dan macet!" Setiap tahun juga media gencar menyoroti banjir dan macetnya Jakarta dan para politisi sibuk berdebat TENTANG dan saling menyerang  KARENA banjir dan macetnya Jakarta.

Pertanyaannya, siapakah yang memang sungguh-sungguh MENGATASI macet dan banjirnya Ibu Kota negara kita? Presidennya-kah? Gubernurnya-kah? Para politisi yang jago berkoar-koar di media-kah?Masyarakatnya-kah? Ataukah semua komponen yang mendiami Jakarta dan sekitarnya?

Jika banjir dan macet selalu menjadi MOMOK TAHUNAN  bagi IBU KOTA semestinya macet dan banjir menjadi MUSUH BERSAMA untuk semua elemen masyarakat Jakarta untuk ditakhlukan melalui perubahan mentalitas masyarakatnya, kebijakkan gubernurnya, kerjasama presidennya, komitment wakil rakyatnya, dan semua komponen terkait lainnya. Jika macet dan banjir hanya instrumen politisasi kekuasaan, maka siapa pun presidennya, siapa pun gubernurnya: Jakarta akan tetap dikenal sebagai Ibu Kota negara yang termacet dan terbanjir hehehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun