Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apakah Anda Suami Yang Merasa Kalah dengan Istri?

19 April 2012   06:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:26 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_172624" align="aligncenter" width="506" caption="Sumber Gambar: nafiriallah.org"][/caption]

Seorang suami punya ambisi segudang dan obsesi membara. Ia selalu berjuang untuk mampu meggapai “mimpinya” menduduki jabatan penting di salah satu perusahaan terkenal. Sebagai seorang suami, terlebih lagi sebagai seorang pria, ia tidak mau, isterinya lebih bagus kerjanya. Ia juga tidak suka kalau gaji isterinya lebih tinggi dari gajinya. Apakah ini karena ia sungguh sangat mencintai isterinya? Hanya ia yang tahu. Tetapi yang jelas gengsinya luar biasa. Ia malu dan minder bila kalah pamor dengan isterinya. Karena itu, isterinya tidak boleh melebihi dia dalam segala hal.

Bagaimana dengan isterinya? Sejak mereka menikah kira-kira 20 tahun yang lalu, ia sebenarnya sudah menemukan “signal” yang kurang bagus dari suaminya. Ia kadang berpikir sendiri, “Mengapa suaminya begitu gengsi berhadapan dengan dirinya? Mengapa ia malu dan minder bila saya lebih tinggi darinya dalam pekerjaan dan soal gaji? Aku toh bukan orang lain untuk dirinya dan ia juga bukan orang lain untukku. Kami suami- isteri yang telah dipersatukan Allah dalam sakramen pernikahan.” Sebenarnya tidak ada lagi gengsi, minder, apalagi persaingan; kerja siapa lebih bagus dan gaji siapa yang lebih tinggi, toh semua income masuk ke keluarga. Untuk isterinya, lebih penting cinta, sapaan, kehadiran, waktu bersama dan sharing keluarga daripada asesories materi.

Materi, pangkat dan kedudukan, toh sudah berada dalam genggaman mereka. Tetapi seiring dengan itu, kebersamaan yang seharusnya mereka bina mulai hilang terkikis oleh kesibukan. Rasa gersang dan hambar mulai terasa di keluarga ini.

Apa yang dicemaskan oleh sang suami terjadi. Bumi berputar, dan zaman berubah. Terpaan badai dahsyat menghantam perusahaan yang dipimpinnya. Sebagai orang tertinggi, ia yang harus bertanggung jawab. Ia diberhentikan oleh pemilik perusahaan itu. Ia stress, down, malu, minder terhadap dirinya dan isterinya. Ia selalu dihantui pertanyaan, “apakah isterinya tetap mencintainya dalam keadaan pengangguran?" Karena stress yang berkepanjangan ia mengalami stroke.

Isterinya mempunyai cinta sejati dan kasih abadi. Sedikit pun perasaan cinta tidak pernah luntur dari hatinya, karena ia mencintainya sebagai seorang pribadi yang telah dihadiahkan Allah untuknya dan bukan karena materinya.

Maka ia setia mendampingi suaminya. Ia selalu menyemangati suami dalam ketidakberdayaannya, “Aku tetap mencintaimu, aku selalu mengasihimu, bahkan cintaku melebihi saat kita pertama kali memupuk dan merajut cinta, pacaran. Bahkan melebihi cintaku saat kita bersatu dalam sakramen pernikahan 20 tahun yang lalu. Apa yang hilang kini kutemukan kembali, yakni kebersamaan dan kehadiran dirimu, walau itu terjadi di rumah sakit ini. Kini kamu punya waktu banyak untuk saya dan anak-anak, walau itu nyata saat kamu tidak berdaya."  Sapaan kasih dan cinta ini, menguatkan sang suami. Perlahan namun pasti, ia kembali memperoleh semangat hidup.

Para sahabatku terkasih, kamu boleh punya banyak mimpi, angan, tekad, motivasi, ambisi dan obsesi. Namun kamu berada di jalur yang kurang bijak bila beranggapan bahwa persembahan utama-mu bagi keluarga adalah uang dan materi semata. Atau dengan bahasa lain, tentu kamu tidak mungkin hanya memberikan materi ketika salah satu dari kamu sedang sedih dan menangis. Yang ia butuhkan ialah kata-kata peneguhan dan dukunganmu. Yang ia butuhkan ialah kamu berada di sisinya dan mendengar keluhannya dan menampung kisah sedihnya. Karena itu, satu hal yang tidak boleh kita lupakan ialah kebersamaan dan kehadiran dalam keluarga. Buatlah kebersamaan dan kesatuan dalam keluarga menjadi momen terindah untuk menata hidup yang semakin baik dan bermutu. Landaskan dan letakkanlah kesatuan cinta kasih atas dasar kesetiaan, keterbukaan, dialog dan bukan atas dasar materi, pangkat dan jabatan. Dan juga penting, letakkanlah alas rumahmu atas Kasih Allah, apa pun agama yang kita peluk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun