Pertanyaannya, mengapa sampai ada penolakkan seperti ini? Karena sebagian besar wilayah Embaloh Hulu saat ini sudah menjadi bagian dari Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Masyarakat sudah iklas menyerahkan sebagaian besar dari hutan adat mereka yang secara turun-temurun dilestarikan dengan mengedepankan kearifan lokal untuk dikonservasi oleh negara demi kepentingan banyak orang. Masyarakat adat sadar bahwa tanah dan hutan yang telah dikonservasi tidak bisa mereka kelolah untuk ditanami padi, karet, coklat, dll untuk keperluan keluarganya.
Karena itu, masyarakat ingin mempertahankan lahan mereka yang tersisa, yang tidak termasuk dalam areal TNBK untuk dikelolah oleh anak-cucu mereka di kemudian hari. Dari sebab itu, merupakan sebuah tindakan irosional dan semena-mena jika PEMDA Kapuas Hulu malah merampas tanah dan hutan masyarakat adat sekecamatan Embaloh Hulu yang tesisan dan yang merupakan kawasan penopang TNBK untuk diserahkan kepada PT Rimba Utara agar dikonversi menjadi lahan sawit meskipun masyarakat setempat terus melancarkan aksi penolakkan.
Apa pun yang terjadi masyarakat adat sekecamatan Embaloh Hulu tetap bersikukuh mempertahankan lahan mereka yang tersisa dan siap mengusir siapa pun yang mengantongi izin Bupati Kapuas Hulu di wilayah mereka demi masa depan anak cucu mereka dan demi pesan leluluhur mereka: “kami tidak mewariskan apa pun juga untuk anak cucu kami. Yang kami warisi hanyalah tanah yang subur, air sungai yang jernih, hutan yang lestari, dan udara yang bersih. Karena itulah napas kami orang Dayak!” Memang tanah, air, dan hutan adalah pembentuk identitas kultural masyarakat Dayak. Jika salah satu diambil atau dirusak maka tidak ada lagi identitas kultural Dayak di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H