Mohon tunggu...
Fajar Alam Yuda
Fajar Alam Yuda Mohon Tunggu... Penulis - Cultural Anthropology

Social Researcher // Community Development // Public Relation

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik Bagai Buah Simalakama

18 April 2020   13:15 Diperbarui: 18 April 2020   15:41 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
travellovesmeblog.com

Bulan ramadhan tinggal menghitung hari saja, bagi umat muslim bulan ramadhan adalah bulan keberkahan yang harus disyukuri setiap tahun. Namun, bulan ramadhan tahun ini akan sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ya, masyarakat Indonesia umat muslim khususnya akan melewati ramadhan tahun ini dengan sangat berat karena merebaknya virus corona (Covid-19). Hal ini pun juga akan berpengaruh pada aktivitas kegiatan selama bulan ramadhan, tidak terkecuali aktivitas mudik lebaran.

Secara harfiah mudik seringkali diartikan "pulang kampung". Mudik yang terjadi di Indonesia dimulai sejak adanya arus mobilitas sosial pada tahun sekitar 1970-an karena ekonomi yang mulai berkembang dan berfokus di wilayah kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan beberapa kota lainnya. 

Semakin besarnya dinamika sosial budaya, ekonomi, dan politik, wilayah kota-kota besar seakan mampu menarik energi penduduk desa untuk melakukan urbanisasi (perpindahan) sehingga mengalami pertambahan penduduk yang besar. Sehingga aktivitas mudik dijadikan ajang untuk kembali pulang bertemu dengan keluarga dan sanak saudara.

Kegiatan mudik atau pulang kampung yang terus dilakukan setiap tahunnya telah menjadi sebuah realitas budaya bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya umat islam, namun pada umat beragama lain mudik menjadi hal yang paling dinanti setiap tahunnya. Baik sebagai seorang pekerja ataupun seorang pelajar. 

Hal ini dikarenakan jika dilihat konteks rasionalitas para "pemudik", motif seseorang melakukan mudik didasarkan pada konteks tradisonal. Maksudnya, para pemudik mengisi kembali sifat-sifat primordialisme (dasar) karena sudah terkikis akibat modernisasi yang ada di kota. Sehingga, harapannya mampu memberikan rasa aman dan nyaman di diri seorang pemudik.

Karena sifatnya primordial, mudik sarat dengan aspek kultural yang memiliki ritual sosial sebagai sumber kehidupan yang selama ini menopang kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat luas. Suasana dan idiom seperti takbiran, bersalamsalaman, sungkeman, halal bihalal, ziarah kubur menjelang lebaran dan menjelang bulan ramadhan (nyadran), jamuan lebaran, tradisi memberi sangu kepada anak kecil, dan sebagainya. Di balik suasana dan idiom tersebut, mudik juga memiliki sifat kolektif yang berarti mengutamakan kepentingan kelompok daripada individu. Sifat kolektif ini berkaitan erat dengan keluarga.

Namun, bagai petir di siang bolong. Mudik tahun ini menjadi hal terberat bagi para perantau di kota-kota besar. Merebaknya pandemi Covid-19 membuat para calon pemudik terancam untuk menunda kepulangannya. Hal ini tidak lepas dari anjuran dan imbauan pemerintah bagi para perantau di seluruh Indonesia untuk tidak mudik yang bertujuan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. 

Jika dilihat beberapa tahun kebelakang pemudik selalu menggunakan transportasi umum sebagai armada, seperti bus, kereta api, kapal laut, pesawat dan transportasi umum lainnya. Meskipun begitu, pemerintah melalui jajaran terkait juga mengambil langkah-langkah untuk melakukan skenario menghadapi arus mudik. Mulai dari adanya penambahan dan perubahan libur, penanganan di tingkat daerah, pemberian dana bantuan bagi pekerja informal dan hingga langkah strategis lainnya.

Merebaknya pandemi Covid-19 ini, juga menjadi kekhawatiran bagi keluarga yang berada di kampung halaman. Bagaimana tidak, ketika tidak pulang bagi perantau yang bekerja di sektor informal memiliki penurunan terkait penghasilan. Namun, ketika dipaksa untuk pulang kampung masih ada kemungkinan bagi perantau terjangkit atau dapat menularkan Covid-19 ini. Bagai buah simalakama, perantau dirundung kecemasan dan keluarga dirundung kekhawatiran.

Meskipun belum ada keterangan resmi dari pemerintah terkait larangan mudik, akan tetapi jika perantau memaksakan untuk pulang kampung maka seseorang tersebut masuk dalam kategori ODP (Orang Dalam Pemantauan) Covid-19. Banyak kemungkinan terjadi ketika perantau harus mudik atau pulang kampung, meskipun seseorang tersebut baik-baik saja namun bisa saja seseorang tersebut dalam kategori carrier atau pembawa virus. 

Maka dari itu, kategori ODP bagi seseorang yang baru saja mudik disarankan untuk mengisolasi diri selama 14 hari agar terhindar dari Covid-19. Maka dari itu, beberapa wilayah di daerah terus melakukan usaha pemutusan penyebaran Covid-19 dengan cara penyemprotan disinfektan di beberapa lokasi umum seperti terminal, stasiun, bandara dan lainnya. Dan, bagi seseorang yang baru saja datang perantaun langsung dilakukan pedataan dan pemeriksaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun