Mohon tunggu...
Fajar Agung Dewantoro
Fajar Agung Dewantoro Mohon Tunggu... Penulis - pelajar

melukis keindahan kata melalui puisi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Trilogi Hujan

10 September 2024   17:40 Diperbarui: 10 September 2024   17:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pertemuan dan perpisahan adalah satu kata antonim yang saling mencinta, dengan kata ini se onggok manusia dapat mengenal apa itu rindu, sedih, senang, dan hujan. Berkisah tentang seorang jelata yang telah usai merindu kepada sang nona, ia mulai mencoba menari dengan keraguan hujan.

Dia dan Ujung November
Termabuk akan dia, dengan senyuman yang meluluhkan November. Dengan gusar dan penuh tanya akan senandung bahagia itu, tidak kah ini terlalu aneh?
Dia yang berada di ujung November, selalu indah akan manis yang di tebarkan nya. Memang aneh melewati malam tanpa sepengetahuan subuh, tapi dia datang tanpa melewati nya.
Bagai senja yang telah lelah, kini hilang dalam lautan keraguan? apakah ini dia? iya, dia yang datang di ujung november.
2 Desember 2023

Bab awal pada kisah ini bercerita ketika jelata mulai memandangi langit mendung di ujung november, dengan wajah penuh harap ia berfikir akan bisa menikmati hujan itu yang akan turun nanti di satu desember. Pada awal ketika jelata mulai menyentuh hujan dengan ujung jarinya, ia mulai merasakan rindu kembali. Rindu sebagaimana ia jatuhkan sebelum nya kepada sang nona, tak perlu pikir panjang jelata pun mulai menari dengan hujan. Dengan syahdu dan penuh rindu yang ia bawa, hatinya mulai tenggelam dalam samudra rindu dari hujan itu, sampai ia merasa telah benar-benar merangkul hati sang hujan.

Hujan di Satu Desember
Apakah kau sudah usai dengan rindumu?
iya, mungkin?
Apakah kau sudah usai dengan ragu mu?
bisa saja
Apakah kau menikmati hujan ini?
iya

Tak ada yang lebih syahdu daripada hujan di bulan satu desember, dengan segala rindu dan gelisah yang ia bawa. Dengan merdu, ku ajak kau menari di tengah syahdunya hujan. Kau menolak, dengan dalih ragu yang kau peluk.
Apakah ku harus menyerah nona? apakah aku harus terus menari dengan rindu ini? ataukah aku harus menjadi Galih?
Yaa, tak ada yang lebih syahdu daripada Hujan di Satu Desember
1 Desember 2023

Pada bab tengah kisah ini, jelata yang telah tenggelam dalam tarian nya bersama hujan mulai merasa aneh akan hati sang hujan. Hujan yang awal nya menari dengan jelata kini mulai mengungkap kan keraguan rindunya, tentang rindu nya yang akan ia jatuhkan kepada siapa. Jelata yang telah benar- benar jatuh kepada sang hujan berusaha meyakinkan nya bahwa, ia akan terus meyakin kan hujan bahwa hatinya akan jatuh kepadanya. Dengan penuh keyakinan yang di selimuti keraguan, jelata mulai meyakinkan hati sang hujan.

 
Menari
Derai angin telah membawa rindu nya entah kemana, hilang tanpa arah dengan tujuan yang fana. Melayang menikmati gemuruh angin rindu yang membawa nya, menari dengan kaku tanpa arah.
Dia ada, tapi dia fana. Dia merindu, tapi bukan untuk ku. Apakah sudah usai wahai dalang? apakah aku harus mengikuti mu sekali lagi?
Ini sudah usai, tak lagi diriku mengikuti alunan mu. Menari, melayang tanpa arah, tak lagi mengikuti alunan rindu mu.
7 Desember 2023

Bab terakhir kisah ini telah sampai pada jelata, dengan tarian yang melenakan matanya kepada hujan. Tak terasa kini jelata berada pada ujung tarian ini, tarian yang pada ujung november ia temukan bersama hujan, tarian yang ia lagu kan pada sepanjang desember bersama hujan, mulai menemukan ujungnya.

Tepat pada ujung desember, jelata kembali bersedih pada rindunya yang salah. Kini hujan telah memutuskan, bahwa rindunya tak ia berikan kepada jelata. Berhentilah semua tarian dan lagu jelata, merasa gagal dalam lautan rindu yang ia buat, terpuruk dalam lembah kerinduan yang ia buat juga. Jelata kembali melayang mengikuti angin rindu yang entah akan membawa nya kemana, sebelum kembali mengelana ia berucap "Apakah Mantra Selepas Hujan itu ada?".

Diksi Hujan
Gerimis yang memulai, dingin mulai terasa. Hujan pun turun, turun dengan anggun nan indah. Membawa air rindu yang bumi titipkan kepada awan, begitu indah hujan turun beserta kesedihan nya.
Payung di bentangkan, menutupi mu dari segala resah mu. Tempat untuk kau berteduh, di kala hujan itu turun. Mengapa kau terus bertanya nona, kenapa hujan itu indah? karena dia hujan jawab ku.
Payung selalu akan ada di kala hujan, tapi ku seakan mengerti dirimu bagai hujan. Yang turun hanya sesaat membawa rindu yang indah, dan tugas ku membuka payung itu. Hujan kini telah berhenti nona, kan ku tutup payung ini beserta rindu nya.
17 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun