Mohon tunggu...
Sulthon Fajar Sholikhin
Sulthon Fajar Sholikhin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah guru mata pelajaran bahasa indonesia di SMA Negeri 1 Blora, Jawa Tengah. Saya mengajar sejak tahun 2014.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Awanta dan Mimpinya

20 April 2023   20:12 Diperbarui: 20 April 2023   20:30 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                    Awanta  dan Mimpinya

Sang pemimpi, dua kata yang dapat menggambarkan Awanta. Remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan tubuh tinggi, kulit sawo matang, dan rambut hitam legam. Seragam putih abu adalah identitas pendidikannya. Anak yang sederhana, namun menyimpan banyak prestasi. Tangannya begitu ulet mengoleskan cat ke atas kuas, dengan gurasan halus dapat tercipta sebuah karya. Karya gambar seorang wanita tersenyum manis, hangat, dan menenangkan. Senyum yang tak asing, senyum seorang ibu.

Awanta amat mencintai orang tuanya, ia selalu bermimpi menjadi seorang pelukis. Ia bermimpi menjadi anak yang  bisa dibanggakan, anak yang berbakti, dan menjadi buah hati yang mengharumkan nama orang tuanya. Namun, satu pertanyaan yang selalu di pikirkan. Pagi, siang, malam, dan setiap saat ia menggoreskan cat ke kanvas.

" Apakah ibu punya waktu hingga aku bersinar? "

Pikiran itu terus mengganggu dirinya. Pikiran yang berubah menjadi ketakutan, dan akan selalu menghantuinya. Sebab itu, ia ingin sisa waktu yang ibunya miliki harus penuh dengan kebahagiaan. Awanta terus belajar dan belajar, agar yang ia lihat hanyalah sebuah senyuman. Bukan sebuah tangisan yang menyayat hati. Usaha yang dilakukan akan membuahkan hasil, ia menjadi murid terbaik dan membanggakan.

Ibu Awanta mengidap kanker, sudah setahun lamanya. Ayahnya terus menerus menetes keringat, demi mencari pundi-pundi rupiah. Semua dilakukan semata-mata hanya untuk keluarga. Ia tak ingin sangat menangis dan meraung melihat sang ibu tak berdaya, ia juga tak ingin sang istri terus-terusan dalam kondisi sakit. Beliau meneteskan keringat demi itu semua, agar mimpi buruk itu tak terjadi. Ayah Awanta juga ingin anaknya meraih mimpi menjadi seorang pelukis, ia tak ingin anaknya menggantungkan mimpi hanya karna masalah rupiah.

Awanta sadar akan apa yang ayahnya lakukan, karna itu ia rela bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan hobinya. Cat, kuas, dan kanvas tidaklah murah, ia tak ingin memberatkan ayahnya hanya karna hobinya yang membutuhkan biaya lebih. Awanta juga ingin membantu mengobati ibunya dengan menyisihkan hasil dari kerjanya itu. Ia pernah berniat untuk berhenti mengejar mimpi, tapi jika ia hidup tanpa mimpi, lalu apa yang akan jadi tumpuannya.

Ayahnya memberi nama Awanta bukan tanpa sebab, arti Awanta sendiri adalah mulia. Hal yang dapat anak lakukan agar menjadi mulia adalah berbakti, ayahnya mendukung dan terus berharap agar sang anak tak menyerah pada mimpinya. Jika ia menyerah, ia akan membuat sang ayah kecewa. Apakah membuat seorang ayah kecewa adalah hal yang mulia? Tentu tidak, karena itulah ia masih berpegang pada mimpinya.

" Sret sret. " Suara goresan kuas terdengar dalan sunyi rumah.

" Awanta, bolehkah ibu meminta tolong? "

Suara lembut memanggil sang anak, dengan segera Awanta meninggalkan tempat duduknya dan bergegas menanggapi suara itu sambil sedikit berlari. Ternyata ibunya meminta tolong untuk menurunkan kucing kesayangan sang ibu yang berada di atas lemari. Tentu dengan sigap Awanta menolong kucing itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun