Kondisi gadis cantik itu mulai membaik setelah 7 hari perawatan medis, hanya saja mentalnya terguncang mengetahui apa yang terjadi kepadanya 7 hari yang lalu. Polisi datang untuk meminta keterangan korban, tapi tetap saja tak mudah bagi ia meneceritakan kembali kisah dimana mahkota nya telah dihancurkan begitu saja.
Sekarang sudah 14 hari sejak kejadian, sedikit mulai sedikit, psikolog membantu Arti untuk memberi keterangan. Namun tetap saja ia tidak mampu, dia hanya sanggup bercerita ketika ia pulang kerumah setelah dari laut.
Hari ini tepat 21 hari setelah kejadian, kedua pelaku dijatuhi hukuman 5 dan 7 tahun penjara. Namun malangnya nasib gadis ini. Hari ini juga merupakan hari dimana ia dinyatakan mengalami pembuahan dari kejadian 21 hari yang lalu. Sayangnya hukum dinegeri ini begitu menjijikkan, dimana korban dipaksa menikah dengan pelaku yang telah membuahinya secara paksa dan kriminal. Negara dimana korban dipaksa tetap mengandung dan mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan janin yang dibuahi pelaku.
Bahkan gadis malang itu harus dikeluarkan dari sekolahnya, padahal hal tersebut bukan kesalahannya. Gadis malang itu harus dikucilkan seluruh masyarakat padahal kehamilan itu bukan apa yang ia inginkan. Gadis itu hanya ingin hidup dengan sebuah keadilan yang benar-benar adil. Kalau hanya 5 dan 7 tahun penjara, gadis 17 tahun itu bahkan nantinya belum menginjak umur 25 tahun, lalu setelah itu, harus apakah dia bila bertemu kembali dengan sang pelaku? Bahkan harus menikah dengan sang pelaku?
“Tuhan, sebenarnya aku salah apa? Kenapa harus aku? Dosa kah aku bila membunuh janin yang tak pernah kuinginkan ini? Lebih berdosa mana dengan orang yang memaksaku untuk mengandung janin yang tak pernah ku inginkan ini?” Tanya nya kepada langit sambi meneteskan air mata.
“Ketika dia lahir, aku harus apa? Cita-cita dan masa depanku lenyap begitu saja karena dia dan janin ini. Haruskah aku mengeluarkan keringat, tenaga, dan uangku untuk hal mengurusnya? Apakah ini yang semesta mau dari ku? Kenapa semesta tak memberinya dengan cara yang baik-baik? Aku bahkan bukan anak nakal, kenapa harus aku?” lanjutnya.
Ibu Arti yang melihat anaknya menangis dan berbicara sendiri, ikut tersayat hatinya. Gadis kecil itu dulu meminta pertolongan kepadanya, tapi tangannya malah melemparkan sebuah tamparan. Dia menyesal, dia merasa adalah ibu paling buruk didunia. Ayah nya pun begitu, begitu depresi akan penyesalannya.
“Ibu? Bukankah kalian bilang rumah adalah tempat terbaik bagi perempuan? Lalu yang terjadi padaku di dalam rumah, itu apa? Apakah salahku dalam memakai baju? Aku hanya menggunakan baju tidur bermotif beruang dan bunga, serta celana panjang yang kebesaran milik ayah. Apakah laki-laki begitu murahnya, terangsang dengan rambut yang basah? Kalau aku tidak keramas waktu itu, apakah aku selamat, ibu?” Tanya nya kepada sang ibu tanpa menoleh ke belakang sama sekali.
Ibunya berlari menghampiri dan memeluk putri sulungnya itu. “Maaf sayang, ibu minta maaf, bila ibu bisa menggantinya dengan nyawaku, akan kulakukan sekarang juga!” ujarnya.
“Tidak perlu ibu. Nyawaku lah yang akan membayarnya, karena memang dunia ini hanya milik nafsu para laki-laki.” Balas Arti.
Diam-diam ia sembunyikan tangan kirinya, gadis itu benar-benar menyerahkan nyawanya kepada sang kuasa, dia ingin mengunjungi sebuah tempat yang katanya keadilan benar-benar ditegakkan.