Mohon tunggu...
Sulthon Fajar Sholikhin
Sulthon Fajar Sholikhin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah guru mata pelajaran bahasa indonesia di SMA Negeri 1 Blora, Jawa Tengah. Saya mengajar sejak tahun 2014.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arti dan Mahkota

19 April 2023   20:43 Diperbarui: 19 April 2023   20:53 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Maaf Ar, kemarin pakdhe hanya bercanda, pakdhe tidak tahu kalau kamu akan merasa tersinggung dengan ucapan pakdhe, pakdhe kesini cuma mau membangunkan kamu untuk beribadah, ternyata kamu tiba-tiba bangun sendiri. Ya sudah yuk ayo berribadah sama-sama kita sambung lagi tali kekeluargaan kita Ar.” Ucap lelaki setengah paruh baya itu dengan nada lembut. Arti hanya mengangguk lalu menyikap selimutnya dan ikut beribadah bersama keluarganya.

Pakdhe dan budhe Arti mengajak seluruh keluarga jalan-jalan ke pantai untuk mencairkan ketegangan yang terjadi semalam. Arti yang begitu mencintai sang laut, langsung memancarkan senyum yang cerah, ia antusias untuk ikut ke pantai.

“Laut memang yang paling terbaik dari yang terbaik!!” Teriaknya meluapkan segala beban dan amarah yang ia pendam kemarin. Ia berenang agak jauh dari daratan, gelombang kecil dari lautan seakan-akan mengusir beban yang ada didalam hatinya, ia merasa disucikan kembali, ia menangis didalam air, benar-benar salah satu mengusir lelah terbaik.

2 jam telah berlalu, tangan gadis itu juga sudah mengerut, karena terlau lama berasa didalam air, dia melihat kedua tangannya dengan tersenyum. “Kapan ya terakhir kali aku melihat tanganku mengerut seperti ini saking asiknya bermain di laut.” Gumam gadis itu.

Arti bergegas mengambil baju ganti dan juga alat mandi seperti sabun dan shampo untuk membersihkan diri. Namun ia dikejutkan karena sebuah tangan setengah keriput menyentuh pundaknya.

“Arti, segera bergegas ya katanya kamu mau ada kerja kelompok? Jadi pulang duluan sama pakdhe dan mas Gilang, adik pengen naik perahu soalnya.” Arti hanya mengangguk mendengar kata yang dilontarkan pakdhe nya. Jujur ia takut, tapi ya sudahlah tak mungkin pakdhe nya berani macam-macam kepadanya.

Sesampai dirumah ia kembali membersihkan diri, karena merasa masih kurang bersih saat bilas tadi, gawatnya ia lupa membawa handuk, padahal badannya sudah basah dan baru saja keramas, apalagi ada 2 laki-laki dirumahnya. Dengan hati-hati dia keluar dari kamar mandi dengan baju yang basah karena air yang belum kering dari rambut dan badannya.

“Arti kamu gak pakai handuk? Kok masih basah kuyup gitu?” Tanya pakdhe.

“Iya pakdhe, lupa bawa tadi, ini mau ambil handuk buat ngeringin rambut.” Balasnya.

“Ini ada handuk bekas pakdhe, kamu pakai saja.” Ucapnya sambil mendekatkan diri dan mengusapkan handuk itu dikepala Arti. “Rambut yang ini juga pasti masih basah ya Arti?” Tiba-tiba handuknya berpindah kebawah perut Arti, mulutnya dibekap tengan tangan setengah keriput itu, Gadis kecil itu memberontak, namun handuk itu tak mau beralih dari bawah perutnya. Dia berteriak dan menangis, tangannya mencoba meraih sebuah gelas kaca, membenturkannya ke kepala tua bangka itu.

“BAPAK!!” Suara mas Gilang menggema keseluruh ruangan. Lehernya mengeras, serta tangannya mengepal menunjukkan urat-uratnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun