Mohon tunggu...
Fajar Upper
Fajar Upper Mohon Tunggu... -

Peminum kopi sachet dan pembeli rokok eceran. Co Founder http://www.esensiana.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hizbut Tahrir Serupa Kanker dalam Negara

17 Juli 2017   08:56 Diperbarui: 17 Juli 2017   15:05 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah gerakan politik ekstrem berwajah  Islam macam HTI ini sebenarnya bukanlah masalah internal yang hanya  dialami oleh Indonesia semata. Negara-negara lain pun mengalami gejala  serupa. Mereka merasa gerakan setamsil HTI sepertihalnya kanker yang  menggrogoti kedaulatan negara. 16 negara bahkan tercatat telah  membubarkan sekaligus melarang aktivitas Hizbut Tahrir, induk dari  Hizbut Tahrir Indonesia.

Bahkan negara-negara yang selama ini  didengung-dengungkan sebagai negara Islami dambaan pendukung HTI seperti  Turki, Mesir, hingga Arab Saudi tercatat sebagai negara yang melarang  aktivitas Hizbut Tahrir. Beberapa negara malah tak segan melabeli mereka  sebagai organisasi teroris.

Daftar negara-negara yang secara resmi telah melarang dan atau membubarkan Hizbut Tahrir

Selama ini HTI berhasil bersembunyi  dibalik kata syariat, tauhid, dan bendera dengan lafadz sahadattain. Dan  inilah yang saya pikir menjadi tantangan para cendikia, mubaligh, dan  dai, selanjutnya setelah pemerintah memainkan peran strategisnya dengan  membubarkan HTI.

Agama yang dipahami secara simbolik dan  artifisial nyatanya bisa begitu membahayakan. Hanya dengan mengucap  kalimat takbir orang sudah merasa paling tinggi imannya dan berhak  mengkafirkan yang lain. Pun dengan menenteng bendera yang rupanya mirip  bendera zaman Rasulallah, Ar Rayah dan Al Liwa', orang  sudah merasa paling lurus akidahnya sehingga merasa otoritatif untuk  mengatakan amalan kyai yang mondoknya puluhan tahun sesat belaka.

Padahal ber-Islam mestinya tidak selesai  pada simbol-simbol dan ritus peribadatan semata. Beragama, Islam tentu  saja, harus dimaknai sebagai upaya "mewakili" kehadiran Allah SWT di  bumi ini. Dan sudah sama-sama kita tahu, bahwa seandainya asmaul husna adalah perwujudan dari Allah, maka "wajah-Nya" adalah sifat Rahmandan Rahim.  Dengan kata lain, orang Islam yang tidak menampakkan sifat kasih dan  sayangnya Allah sama halnya dengan mencoreng "wajah" Allah. Naudzubillah.

Dalam bernegara pun demikian. Kita tidak  boleh menjadi kelompok mayoritas yang congkak lagi egois. Indonesia  adalah rumah bersama yang padanya berlindung berbagai individu.  Masing-masing individu penghuninya tidak boleh saling bentrok, sebab  mestinya saling berbagi peran untuk memakmurkan rumah. Tidak malah  memelihara benci untuk kemudian menunggu waktu guna melampiaskannya. 

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun