Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan 'satu desa satu miliar' melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN, saya merasa---persoalan yang selama ini dikeluhkan oleh banyak orang (atau, minimal saya sendiri yang mengeluhkan hal tersebut), akhirnya memiliki jalan keluar.
Saya tidak tahu bagaimana mekanisme dana desa ini, atau hal ihwal yang berkaitan erat dengannya. Di dalam pengetahuan saya yang sangat terbatas mengenai hal itu, saya menafsirkannya dengan sangat sedarhana: bahwa hari ini desa memiliki sumber dana---entah nanti digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan desanya masing-masing atau memajukan potensi-potensi yang dianggap perlu.
Barang tentu setiap desa memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, tapi jika boleh usul---kenapa dana tersebut tidak digunakan untuk membangun gedung serbaguna?
Diakui atau tidak, Indonesia memiliki banyak sekali perayaan kultural yang bersifat komunal: pesta lamaran, perkawinan, khitanan, dan lain-lain di mana semua pesta tersebut membutuhkan tempat penyelenggaraan yang cukup memadai untuk menampung para tamu undangan.
Pentingnya sebuah gedung serbaguna dapat kita rasakan akhir-akhir ini, yaitu ketika musim kawin diselenggarakan di mana-mana. Banyak tenda didirikan berikut soud system yang suaranya memekakkan telinga. Keadaan ini sangat bisa dipahami, terutama bagi mereka yang tidak memiliki banyak biaya untuk melangsungkan acara tersebut---kemudian memilih menyelenggarakan pesta di depan rumahnya.Â
Akibatnya, banyak pengguna jalan yang harus rela perjalanannya terhambat---entah karena terkena kebijakan buka-tutup sebab harus bergantian dengan pengguna jalan dari arah yang berlawanan atau dialihkan karena jalannya ditutup.
Atau pada bulan Agustus lalu, masih segar di ingatan kita di mana setiap kampung mendirikan panggung untuk acara puncak peringatan hari kemerdekaan: sakral, menggembirakan, dan penuh dengan rasa persaudaraan. Hanya saja, panggung-panggung itu banyak yang didirikan di tengah jalan dan sangat mengganggu pengguna jalan.
Baik pesta perkawinan, khitanan, atau perayaan komunal lainnya---misalnya hari kemerdekaan---saya sangat setuju jika hari yang penuh dengan  kegembiraan itu diselenggarakan dengan meriah.Â
Tapi, alangkah baik jika kegembiraan itu tidak mengganggu kegembiraan orang lain---dalam hal ini adalah mereka para pengguna jalan. Maka, dengan adanya dana desa ini kenapa tidak digunakan untuk membangun gedung serbaguna saja? Atau, jika lahannya belum ada---dana tersebut bisa digunakan untuk pengadaan lahan yang nantinya digunakan untuk membangun gedung tersebut.
Saya kira ini adalah solusi di mana masing-masing pihak akan diuntungkan: tidak akan adalagi yang terganggu dengan suara sound system ketika perayaan pesta, masyarakat memiliki fasilitas gedung untuk kegiatan mereka dengan biaya yang terjangkau, bagi pihak desa hal tersebut bisa dikategorikan sebagai pemasukan, dan bagi pengguna jalan---mereka tidak akan terganggu lagi.
Sebenarnya sudah ada aturan mengenai hal ini, antara lain: Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan Pemendagri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Pemukiman di Daerah.Â