Mohon tunggu...
Fajar Saputro
Fajar Saputro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ia Sujud Terlalu Lama

17 Agustus 2018   18:11 Diperbarui: 18 Agustus 2018   05:43 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Anak-anak tahu pekerjaan Pak No?"

"Jangnkan anak-anak, mas, istri saya saja tidak tahu. Bagi saya, yang penting tetap memenuhi kewajiban setiap bulan."

"Jadi, selama ini yang mereka tahu Pak No kerja di mana?"

"Sama seperti dulu. Mereka anggap saya masih bekerja di perusahaan yang sama."

"Bagaimana caranya Pak No merahasiakan semua ini selama berpuluh-puluh tahun?"

"Kebetulan saya memiliki beberapa teman yang masih bekerja di pabrik rokok. Tiap bulan, saya membeli jatah-rokok-karyawan yang mereka peroleh secara cuma-cuma dari perusahaan. Rokok-rokok itu saya kumpulkan sedikit demi-sedikit. Jika ada kesempatan untuk pulang, saya akan membawa rokok karyawan itu sebagai oleh-oleh.

Selain itu saya juga sering bertanya kepada teman saya tentang perkembangan perusahaan: dari isu terkini hingga persoalan-persoalan internal. Cerita-cerita inilah yang saya sampaikan kepada istri dan juga anak-anak."

Saya menghirup napas panjang, sejenang suasana menjadi sangat hening. Betapa kokohnya laki-laki di hadapan saya ini. Selama berpuluh-puluh tahun ia menanggung beban fisik maupun batin sendirian.

Baginya, cinta dan keluarga adalah tanggung jawab. Meskipun ia harus tidur di atas betor, entah ketika hari sedang hujan atau sedang cerah---dan itu dilakukannya selama berpuluh-puluh tahun. Sedangkan mandi, mencuci baju dan buang air dilakukannya di masjid terdekat; atau jika terpaksa---ia melakukan ketiganya di pos polisi dengan seizin sang petugas jaga.

Bagaimana bisa cinta yang begitu agung dapat dimiliki orang sederhana semacam dirinya? Demi keberlangsungan hidup istri dan masa depan kedua anaknya, ia merelakan dirinya diperlakukan apa saja oleh nasib.

Entah, apakah tepat jika saya mengatakan bahwa selama ini Pak No menjalani serentetan penderitan. Toh dia tampak baik-baik saja, bergaul dan bercanda dengan kami semua---dan tak sekalipun kami mendengar Pak No mengeluh karena didera penyakit atau sejenisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun