Pemilihan Presiden 2019 kembali menghadirkan dua calon Presiden yang sama seperti laga sebelumnya pada tahun 2014, namun dengan nomor urut berbeda.
Saat ini, tahapan yang dijalani oleh partai politik pengsuung dan calon Presiden adalah Kampanye yang dibuka tanggal 23 September 2018 dan berakhir pada 13 April 2019.
Kampanye dilakukan oleh tiap-tiap paslon untuk mempromosikan dirinya agar terpilih menjadi Presiden Indonesia periode 2019-2024, sehingga pertarungan kampanye menjadi isu panas dan tidak menutup kemungkinan terjadi permainan kotor dalam pelaksanaan kampanye seperti black campaign atau money politics, segala cara dilakukan partai pengusung dan paslon agar dapat memenangkan pertarungan politik.
Dewasa ini, perkembangan masyarakat telah sampai pada masyarakat digital informasi, yang dimaksudkan sebagai masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi dari mana pun dan kapan pun bahkan seluruh masyarakat dapat mengutarakan pendapat nya melalui dunia digital dengan alat media sosial. Media sosial juga menjadi pilihan utama bagi para paslon Presiden untuk mengumpulkan suara dan kekuatan demi memenangkan Pilpres 2019.
Ternyata Media sosial juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana berpolitik kotor seperti pelaksanaan black campaign, caranya adalah dengan penyebaran hoax atau berita bohong atau palsu yang disebar ke seluruh masyarakat melalui media sosial seperti whatsapp, facebook, twitter, dan Instagram untuk menjatuhkan salah satu pasangan calon dengan isu yang tidak benar atau dibuat-buat. Contoh kasus yang terjadi dan masih hangat adalah kasus Ratna Sarumpaet.
Seperti yang kita ketahui bersama, kasus ini sangatlah viral, mengapa?. Pem viral an ini dilakukan oleh teman-teman beliau yang merupakan timses Prabowo karena beliau menyalahkan dan menuduh negara dan Pemerintah yang saat ini menjabat telah menganiaya beliau dengan menggunakan media sosial dan melakukan pergerakan solidaritas oleh Hariman Siregar sebagai aktivis reformasi dan aktifis #2019GantiPresiden dengan tuduhan penganiayaan ini dilakukan Pemerintah karena ketidak senangan pemerintah atas kritik yang diberikan oleh Ratna Sarumpaet.
Bagaimana bisa sesuatu yang belum jelas asal-usul kebenaran dan belum ada bukti pasti bisa dinaikkan dan menyalahkan pemerintah, tentu ada suatu kepentingan yang diinginkan dan dimanfaatkan dengan mengingat ini adalah tahun politik dan kampanye. Hal ini dapat dijadikan alat untuk mengurangi elektabilitas pasangan lawan politik beliau.
Namun, setelah dilakukan pendalaman oleh Kepolisian negara melalui pernyataan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Nico Afinta terbukti bahwa penganiayaan tersebut adalah palsu dan tidak pernah terjadi.Â
Pernyataan Ratna Sarumpaet mengenai penganiayaan yang terjadi di Bandung dan di dalam mobil oleh orang tidak dikenal menjadi kontroversial di kalangan masyarakat dan  politikus.
Hal tersebut adalah contoh bagaimana penggunaan media sosial sebagai media penyampaian kampanye kotor pada Pilpres 2019. Media sosial juga menjadi media kampanye yang benar seperti bagaimana pencapaian pemerintah saat ini dalam membangun daerah-daerah timur yang dulunya tidak diperhatikan pemerintah sebelumnya, dan hal tersebut merupakan fakta yang terjadi pada peradaban saudara saudara kita di Timur Indonesia.
Dalam mengatasi penyebaran hoax dan dampaknya diperlukan peran masyarakat meskipun Pemerintah juga terus berupaya untuk mengurangi penyebaran hoax atau berita palsu dengan cara menyusun undang-undang yang di dalamnya mengatur sanksi bagi pengguna internet yang turut menyebarkan konten negative.