"Aku menyesal, percaya kepadamu"
Menyesal Mempercayaimu
  Di sebuah kafe kecil di sudut kota, Andi duduk sendirian, menatap secangkir kopi yang sudah dingin. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja, seolah berharap suara itu akan mengusir pikirannya yang penuh dengan kenangan pahit. Hujan di luar kafe membuat suasana semakin suram, dan Andi hanya bisa merenung, membiarkan bayangan masa lalu menghantuinya.
  Dulu, saat pertama kali bertemu, ena adalah sosok yang sangat berkarisma. Mata hitamnya yang cerah, senyum lembut, dan cara dia mendengarkan membuat Andi merasa seperti seseorang yang istimewa. Mereka berbagi banyak cerita dan impian. Ena bercerita tentang masa depan mereka yang cerah, tentang bagaimana mereka akan saling mendukung dan meraih segala impian.
  Namun, janji-janji itu hanya tinggal kata-kata. Dalam perjalanan waktu, Andi mulai menyadari ketidakcocokan yang semakin jelas. Ena mulai mengabaikan perasaannya, sering kali membuat janji yang tidak ditepati, dan lambat laun, hubungan mereka dipenuhi oleh ketidakpastian. Kepercayaan yang dibangun dengan susah payah akhirnya runtuh.
  Puncaknya terjadi pada malam itu. Andi mengingat dengan jelas bagaimana ena meninggalkannya di tengah hujan deras, tanpa kata pamit, hanya meninggalkan pesan singkat di ponsel bahwa dia ingin berpisah. Rasa sakit yang Andi rasakan saat itu seperti disayat pisau tajam.
  Waktu berlalu, dan meskipun Andi mencoba melupakan, rasa penyesalan selalu muncul. Penyesalan karena telah mempercayai seseorang yang akhirnya menghancurkan kepercayaannya. Dia menyesal tidak melihat tanda-tanda awal, tidak mendengarkan suara hati yang sebenarnya memperingatkannya.
  Dalam keheningan kafe, Andi menyadari satu hal: meskipun dia merasa dikhianati, dia harus belajar dari pengalaman ini. Penyesalan memang tidak akan mengubah apa yang telah terjadi, tetapi ia bisa menjadi pelajaran berharga. Mengatasi sakit hati dan melanjutkan hidup adalah proses yang harus dijalani.
  Secangkir kopi yang dingin di depannya menjadi simbol akhir dari babak yang harus ditutup. Andi menyadari bahwa percaya pada seseorang adalah tindakan berani, dan meskipun ada risiko, itu adalah bagian dari perjalanan hidup. Dengan tekad baru, Andi berdiri, membayar tagihan, dan melangkah keluar dari kafe, siap untuk menulis bab berikutnya dalam hidupnya.
  Hujan mulai mereda, dan Andi merasa sedikit lebih ringan, seolah bebannya sedikit berkurang. Mungkin, suatu hari nanti, dia akan menemukan seseorang yang benar-benar pantas mendapatkan kepercayaannya. Tapi untuk saat ini, dia hanya ingin bergerak maju, meninggalkan penyesalan di belakangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H