Sejak kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta, alexis menjadi membicaraan publik. Bukan hanya di Jakarta, bahkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini dimulai saat salahsatu pasangan cagub-cawagub (Anies-Sandi) berjanji melahkukan penutupan alexis saat nanti terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI. Sejak saat itu, nama Alexis ramai diperbincangkan oleh publik, tentunya dengan berbagai pro dan kontra.
Sejak resmi dilantik pada tanggal 16 oktober 2017 lalu. Janji-janji Anies-Sandi menjadi bola api yang berada dalam genggaman keduanya. Satu-persatu janji mereka mulai dipertanyakan oleh warga Jakarta. Bagaimana bisa mengibaratkankan janji-janji Anies-sandi dengan bola api dalam genggaman ?, karena "bola api" janji-janji itu jika tidak dilaksanakan pasti akan menurunkan kredibilitas Anies-sandi, dan jika janji itu dilaksanakan samasaja dengan menjatuhkan bola api itu dari tangannya, dan pastinya akan membawa dampak bagi yang tertimpa bola api itu.
Dan bola api itu sudah menimpa Alexis dengan tidak diperpanjangnya izin oprasionalnya. Secara langsung, imbasnya dirasakan oleh para pegawai Alexis yang harus kehilangan pekerjaan mereka. Maka selain pentupan juga harus ada penyelesaian, penyelesaian dari dampak-dampak ditutupnya lahan pekerjaan dan sumber pencaharian 1000 kariawan didalamnya, sebagai upaya pemadaman api yang telah jatuh dari geggamannya.
 Tawaran untuk bergabung dalam OKE OCE memang sebuah bagian dari solisi dari penutupan Alexis. Tapi itu tidak menjadi solusi tuntas bagi seluruh eks-kariawan Alexis yang mencapai 1000 orang tersebut. Karena tidak mungkin semua setuju dan mau, juga tidaak semua eks-kariawan bisa berpindah pekerjaan dengan mudah diluar kebiasaan dan keterampilan atau keahliannya, oleh karena itu perlu ada solusi yang mampu memberi solusi secara menyeluruh dan lebih luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H