Mohon tunggu...
Faiz AlbarNasution
Faiz AlbarNasution Mohon Tunggu... Freelancer - Membaca dan menulis sebagai prasyarat dalam memenangkan suatu pertempuran

penikmat kopi dan penikmat literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pasang Surut Partisipasi Politik di Pilkada Kota Medan

20 Juli 2019   19:13 Diperbarui: 20 Juli 2019   19:22 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partisipasi Politik di Kota Medan menyajikan sebuah fenomena yang unik seperti dalam Gambaran Samuel Huntington, demokrasi di Indonesia saat ini ibarat gelombang yang pasang, surut lalu bergulung -- gulung kemudian memuncak lagi. Kondisi itu dapat dirasakan sejak Pilkada Kota Medan dilaksanakan. 

Kegegapgempitaan pilkada ternyata tidak diikuti oleh jumlah pemilih (Voters) yang menggunakan hak pilih (partisipasi Pemilih), sehingga sangat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan sampai miliaran rupiah. 

Kondisi tersebut dapat dilihat dari jumlah partisipasi pemilih masyarakat kota Medan pada Pemilihan Walikota Medan: Pilwal Medan 2005-2010 tingkat partisipasi 54,07%, Pilwal Medan 2010-2015 tingkat partisipasi 38,03%, Pilwal Medan 2015-2020 tingkat partisipasi 26,88%.

Pasang surut Partisipasi Masyarakat di Pilwal Medan perlu ditelaah apakah hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran politik masyarakat, kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah, status sosial dan status ekonomi yang menjadi permasalahan yang harus dicarikan solusinya. 

Faktor tersebut akan membentuk masyarakat bersikap partisipan atau apatis dalam kegiatan politik, maka aktor yang mempengaruhi partisipasi politik diharapkan mampu menjalankan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan partisipasi politk di Pilkada Kota Medan, seperti partai poltiik, kaum intelektual dan lembaga yang sudah di amanatkan seharusnya mampu merangsang masyarakat untuk melek dalam kegiatan politik dengan cara ditingkatkannya sosialisasi politik dan pendidikan politik sehingga tingkat partisipasi politik akan meningkat.

Fenomena Golongan Putih

Fenomena tidak ikut memilih ternyata memiliki sifat berubah -- ubah tidak Permanen karena setiap orang yang golput ternyata memiliki justifikasinya sendiri, dimana terdapat beragam argumentasi yang menyebabkan orang menjadi golput. menurut Indra J. Piliang, ada 3 kategori Golput yaitu: 

1. Golput Pragmatis adalah memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya karena faktor untung rugi (cost and benefit). Pilihan ini berkaitan dengan kalkulasi rasional, tentang ada tidaknya pengaruh pemilu atau pilkada bagi pemilihnya. 

2. Golput Politis adalah sebuah pilihan karena adanya perubahan sistem dan pilihan politik. Sering dipahami juga sebagai ungkapan kesetiaan terhadap partai politik dan calon kepala daerah tertentu atau lazim disebut golput barisan sakit hati. 

3. Golput Ideologis adalah konstituen yang menolak untuk memilih karena menganggap seluruh kandidat tidak memiliki kemampuan untuk diberi kepercayaan untuk memimpin.

Ancaman Golput Pilkada Kota Medan 2020

Tahun ini Kota Medan baru saja melaksanakan Pemilu 2019, sebelum menjelang Pemilu 2019 muncul persoalan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat yaitu adanya aksi vandalisme berupa coretan mengajak golput di Pemilu 2019, Adapun tulisannya bervariasi, diantaranya, golput aktif coblos semua, golput = coblos semua calon, golput saja dan 2019 kena tipu parpol? bodoh sekali anda, coretan ini dapat dilihat di sepanjang jalan Kota Medan. 

Hal ini sempat menjadi kekhawatiran masyarakat dan lembaga politik dalam mewujudkan partisipasi politik di Kota Medan. Akan tetapi  tingkat partisipasi masyarakat Kota Medan di Pemilu 2019 (Pilpres/Pileg) cenderung naik yaitu 72% di akibatkan euforia masyarakat dalam memilih Presiden yang berdampak juga pada Pileg di Kota Medan. 

Namun perolehan tingkat partisipasi Pemilu 2019 tidak sejalan dengan partisipasi masyarakat pada Pilwal Medan, terbukti sejak Pilwal pada tahun 2005 sampai 2015 tidak pernah mencapai 50%, bahkan Pilwal 2015 tingkat partisipasi hanya 26,88% yang menjadikan partisipasi terendah di seluruh Indonesia.

Kota Medan sebentar lagi akan menghadapi Pilkada 2020, maka sudah dipastikan bahwa seluruh elemen politik akan memacu mesinnya guna menyongsong pesta demokrasi yang akan di gelar pada pilkada 2020 nanti. Namun rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilkada 2015 dan aksi vandalisme mengajak golput dapat dijadikan rujukan untuk melihat ancaman golput di Pilkada Kota Medan 2020. 

Asumsi ini juga berkaca pada kinerja Pemko Medan yang selama ini dinilai tidak menciptakan perubahan apapun. Permasalahan -- permasalahan publik seperti kemacetan, jalanan rusak, banjir dan sampah sampai saat ini belum teratasi oleh Pemko Medan. 

Masalah ini akan menciptakan masyarakat menjadi golput pragmatis atau golput ideologis dikarenakan masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya akan menghitung faktor untung rugi dan akan menolak untuk memilih karena menganggap seluruh kandidat tidak memiliki kemampuan untuk diberi kepercayaan untuk memimpin.

Kurangnya Kepercayaan Terhadap Pemerintah

Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan figur calon walikota nantinya akan mempengaruhi Pasang surutnya pastisipasi masyarakat pada Pilkada Medan 2020. Penilaian individu terhadap pemerintah tentang apakah pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak, baik dalam pembuatan kebijakan atau pelaksanaan pemerintahan akan mempengaruhi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih pada Pilkada Kota Medan 2020.

Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah diakibatkan krisis kepemimpinan di Kota Medan dan Jika melihat mantan -- mantan Walikota Medan memiliki reputasi buruk, seperti Walikota Medan periode 2005-2010 Abdilah dan Ramli terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran dan menyalahgunakan APBD tahun anggaran 2003-2006. 

Selanjutnya Walikota Medan Rahudman periode 2010-2015 terbukti menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan Dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa Kab Tapsel 2005 sebesar Rp 1,5 miliar saat menjabat Pj Sekda Tapsel dan Sampai saat ini Walikota Medan Dzulmi Eldin periode 2015-2020 tidak memiliki prestasi yang cukup mentereng. 

Visi "Medan Rumah Kita" pada kepemimpinan Dzulmi Eldin tidak sesuai harapan dengan kondisi realitas yang ada, Kota Medan masih saja terjebak pada persoalan Kemacetan, jalanan rusak, banjir dan Sampah yang tak kunjung tuntas.

"Medan Rumah Kita"

Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan Kepemimpinan saat ini dan sebelumnya, tetapi Tulisan ini bertujuan untuk pengingat dan bahan refleksi dalam menghadapi Pilkada 2020. Harapan kedepannya Partai Politik harus memberikan kader terbaiknya untuk menjawab permasalahan Kota Medan seperti masalah kemacetan, jalanan rusak, banjir dan sampah yang harus dijadikan prioritas kinerja Pemko Medan kedepannya. 

Solusi ini dalam rangka memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, untuk mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dalam mewujudkan Kota Medan sebagai rumah kita. Harapan ini terwujud apabila masyarakat menggunakan hak pilih pada Pilkada 2020 dengan memilih Pemimpin yang layak untuk diberi amanah dan mampu mempengaruhi ataupun mengontrol dalam pembuatan kebijakan sampai pelaksanaan pemerintahan kedepan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun