Membaca judul itu, sejenak jari saya berhenti untuk memberikan kesempatan impuls pada otak saya untuk bekerja. Kira-kira setengah menit kemudian, pikiran saya menerawang ke masa silam, saat dulu (kira-kira pada usia 16 tahunan) saya sering punya keinginan kuat bisa menulis panjang dan mengungkapkan banyak uneg-uneg (bukan ide, gagasan, atau pemikiran. Maklum karena tujuan menulis kala itu belum untuk tujuan publikasi). Sayangnya keinginan itu seringkali terbentur oleh ketidakberdayaan yang entah disebabkan karena apa.
Teringat betul, kala umur enam-belasan tahun itu saya berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan menulis setiap hari, atau minimal dalam seminggu menyempatkan menulis buku harian. Saya selalu berusaha untuk itu, tetapi? Oh. Selalu saja sulit, bahkan hanya untuk mengisi satu lembar halaman diary pun saya harus dibuat bingung setengah mati (untung belum mati). Karena terikat janji, sampai akhirnya saya harus meluangkan waktu khusus memisahkan diri dari orang lain berasyik-masyuk di masjid atau kamar sendirian dengan buku harian.
Karena bolpoint juga tidak kunjung bekerja (sementara banyak uneg-uneg yang mengendap di otak) akhirnya gerak tangan juga tak karuan. Corat-coret pun terjadi. Dan ini bukan hanya sekali dua-kali, tetapi berulangkali, setiap malam.
“O, malam. Sunyi kian merayap. Hatiku gelisah disebabkan oleh entah. Malam ini aku tak bisa apa-apa.”
Nah, teks di atas adalah salahsatu kemampuan saya merangkai kata. Padahal tak ada niat merangkai sajak atau tulisan jenis tertentu. Saya sendiri tidak terlalu harus punya keinginan jadi penyair. Yang saya inginkan adalah menulis banyak hal, yang panjang dan mampu melukiskan kisah-kisah harian. Tetapi sulit sekali itu dilakukan dan setiapkali menulis ujung-ujungnya jadi puisi. (Apakah puisi memang medium yang paling efektif untuk menemukan jalan kata, menjadikan kita lebih produktif sebagai penulis di masa mendatang?)
Ternyata setelah saya banyak bergaul dengan para penulis, dan juga mendapat info banyak dari para penulis pemula kasus “ingin menulis panjang lalu jadinya [cuma] puisi itu menimpa banyak orang.”
Anda pasti bertanya, Kenapa?…iya kan?
Setelah saya jawab, pasti anda ingin cepat-cepat melontarkan pertanyaan lagi, “bagaimana mengatasinya?”
Sabar dong.
Benar. Menulis panjang adalah keinginan setiap orang. Jangankan para pemula yang menginginkan panjang tulisan seperti para penulis artikel, opini, cerpen. Para penulis yang sudah menulis banyak buku pun tidak luput dari masalah ini. Keinginan menulis panjang menjadi problem yang akan terus datang. Kalau sudah terbiasa menulis bait puisi, pasti ada keinginan menulis jenis tulisan esai.
Kalau sudah bisa esai pingin nulis prosa. Kalau sudah bisa prosa, tentu kepingin nulis novel. Seperti saya yang sudah berhasil membiasakan diri menulis artikel atau opini secara cepat (biasanya butuh waktu 2-3 jam selesai-non editing), tidak pernah merasa puas kalau hanya bisa menulis opini. Itu sudah biasa saya lakukan sejak saya berusia 22 tahun. Sekarang saya baru merasa puas kalau menghasilkan menulis buku, -yang biasanya membutuhkan waktu antara 3-4 minggu (non editing).