Belajar Dari Risma
Pepatah kuno mengatakan bahwa pujian adalah racun. Jika melihat kondisi sekarang ini, pepatah tersebut telah menunjukkan kebenarannya. Kita lihat contoh Walikota Surabaya yaitu Tri Rismaharini.Â
Selama ini kita tahu bahwa Walikota Surabaya tersebut telah mendapatkan banyak penghargaan dan telah dipuja-puji di mana-mana berkat kinerjanya sebagai pemimpin Kota Surabaya. Hampir setiap hari beliau menghiasi layar kaca dan media masa. Beliau dikenal tegas dan tidak pandang bulu. Namun, berdasarkan kasus belakangan yang terjadi, kualitas kepemimpinan Tri Rismaharini kembali dipertanyakan.
Dulu, layar kaca kita pernah dihiasi oleh sosok ustadz muda, yaitu Ustadz Hariri. Beliau sering mengisi acara pengajian-pengajian, bahkan juga ikut ambil peran dalam beberapa sinetron.Â
Dikenal sebagai tokoh agama yang masih muda, ganteng, dan mempunyai keilmuan agama yang tinggi juga jago silat membuatnya dielu-elukan di mana-mana. Dari mas-mas, mbak-mbak, apalagi ibu-ibu sosialita. Namun, karena sebuah kasus kekerasan ketika sedang mengisi sebuah pengajian, beliau kini senyap dari media.
Mereka harusnya bisa belajar dari pepatah kuno juga yang mengatakan bahwa mutiara akan tetap menjadi mutiara walaupun ditaruh di dalam kakus. Manusia mempunyai sifat dasar sombong. Jika seseorang merasa mempunyai kelebihan dibanding orang lain, maka sifat sombongnya ini rentan untuk selalu muncul. Sifat ini berjalan di alam bawah sadar manusia. Kita tahu bahwa alam bawah sadar mempunyai peran sebanyak 95% terhadap kehidupan seseorang. Maka, otak bawah sadar ini harus diberi asupan yang baik. Otak bawah sadar akan mengendalikan kebiasaan perilaku seseorang.
Kata hebat, kuat, pintar tidak perlu dan jangan sampai keluar dari mulut seseorang itu sendiri. Orang lain tidak butuh kata-kata pengakuan, karena mereka juga ingin menunjukkan eksistensi diri mereka sendiri. Bahkan, ketika seseorang dipuji pun harus tetap merasa biasa saja.Â
Jangan sampai terjebak kepada kesadaran palsu. Dikira mereka benar-benar sedang memuji anda, padahal itu hanya sekedar kalimat formalitas atau sekedar basa-basi. Seseorang yang merasa dirinya sedang dipuji akan menghentikan otaknya untuk menerima hal-hal baru dari luar. Tentu hal ini justru akan merugikan orang tersebut.
Publik figur akan selalu menjadi sorotan. Apalagi, perkembangan media sosial sekarang ini bahwa bisa dibilang setiap mata sedang melihatnya. Maka harus hati-hati. Apalagi, jika tokoh tersebut sedang digadang-gadang untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Jangan sampai nila setitik rusak susu sebelangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H