Pada hari senin 27 Mei 2019, bangsa Indonesia dikejutkan oleh pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) Mudzakir Manaf alias Mualem yang menyatakan akan mengadakan referendum (jajak pendapat) di Aceh.Â
Hal ini dinyatakan pada acara buka bersama dan peringatan 9 tahun wafatnya Wali Neugara Aceh Paduka Yang Mulia Muhammad Hasan Ditiro. Pernyataan ini, kemudian mendapat tanggapan dari Menteri Hukum dan HAM Wiranto. Dan Kepala Staf Presiden Moeldoko, yang menilai bahwa wacana tersebut hanya dilatari oleh emosi akibat kekalahan dalam kontestasi politik.
Tindakan semacam ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Aceh saja. Sejarah mencatat bahwa terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menyatakan dengan jelas ingin memisahkan diri dari Indonesia. Pada tahun 1965, masyarakat Papua berniat melepaskan diri dari Indonesia dengan membentuk gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka).Â
Pada tahun 1950, masyarakat Maluku yang tergabung dalam gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) juga menyatakan ingin berpisah dari Indonesia. Bahkan yang sudah tidak asing lagi adalah Timor Timur yang telah resmi menjadi negara sendiri pada tahun 2002 setelah berhasil memisahkan diri dari NKRI.
Kejadian-kejadian semacam itu - terutama perihal referendum Aceh saat ini - harusnya menjadi alert sekaligus teguran bagi pemerintah, terutama Presiden agar segera mencari penyulutnya dan solusi yang tepat untuk mengatasinya.Â
Bukan malah berspekulasi bahwa hal tersebut terjadi hanya karena emosi kekalahan dalam kontestasi politik. Kerena kejadian semacam ini muncul tidak pada saat ini saja. Sejarah mencatat bahwa rakyat Aceh sudah berniat ingin melepaskan diri dari Indonesia sejak tahun 1970 yang pada saat itu dipimpin oleh seorang tokoh bernama Hasan Dik Tiro.
Menguji Alasan Mualem
Sebagaimana dilansir oleh Suara.com (29/05/2019) bahwa alasan Mudzakir Manaf mengatakan hal tersebut adalah terkait dengan beberapa problem dan isu; yaitu tentang kekhawatiranya bahwa Indonesia akan segera dijajah oleh bangsa asing, ketidakjelasan demokrasi yang berjalan di Indonesia, semakin menumpuknya masalah pada bangsa Indonesia, dan keinginan untuk memiliki pemimpin yang baik.
Penulis pribadi tidak setuju dengan alasan-alasan tentang referendum yang disampaikan oleh Mudazakir Manaf, karena alasan yang disampaikan cukup tidak rasional. Penulis menilai bahwa jika Indonesia akan di jajah oleh bangsa asing, serta jika masalah di Indonesia telah menumpuk, maka tugas kita sebagai warga negara adalah bersatu untuk melawan penjajah serta menyelesaikan masalahnya, bukan malah menyuarakan referendum dan ingin memisahkan diri.Â
Sebagaimana semboyan rakyat aceh sendiri adalah "syahid atau menang" yang menunjukan sikap rakyat aceh untuk tetap melakukan perlawanan terhadap bangsa asing yang menjajah, dimana dahulu adalah Belanda.
Sebagaimana dilansir oleh The Economist Intellegence (EIU) Indonesia memang mengalami penurunan peringkat secara drastis dalam hal demokrasi. Dimana pada tahun 2016 berada pada peringkat 48, dan pada tahun 2017 turun pada peringkat 68.Â