Gonjang-ganjing kenaikan harga LPJ sepertinya tiada henti. Banyak masyarakat yang menganggap kenaikan LPJ ini sebagai upaya pencekikan kondisi rakyat. Padahal, jika subsidi 12 kg dihapuskan yang terjadi adalah justru pemerintah mengurangi kerugiannya karena terus menerus memanjakan rakyatnya. Sebaliknya, dengan adanya kebijakan ini, mau tidak mau pemerintah akan memaksa rakyatnya untuk meninggalkan zona nyamannya agar mampu bekerja lebih keras sehingga minimal kebutuhan hidupnya dapat terpnuhi.
Rakyat sudah seharusnya sadar terhadap kebijakan ini. Â Hal dikarenakan kerugian sejak tahun 2009-2013 mencapai Rp. 17 Trilyun. Dengan asumsi yang dipakai dan RKAP 2014 (CPA 833 USD/Mton, kurs Rp. 10.500/USD) pasca kenaikan harga Rp. 1000/kg pada Januari 2014, diperkirakan kerugian tahun 2014 mencapai Rp. 5,4 Trilyun. Apabila harga bahan baku dan kurs lebih besar akan berpotensi rugi lebih besar.
Temuan dari BPK bahkan mencatat bahwa Pertamina menanggung kerugian atas bisnis elpiji 12 Kg dan 15 Kg selama tahun 2011 sampai dengan Oktober 2012 sebesar Rp. 7,73 Trilyun. Hal tersebut merupakan kerugian yang sangat fantastis. Sehingga apabila diteruskan tentu dapat menyebabkan anggaran untuk sektor lainnya dapat tersedot sia-sia hanya untuk sekedar membayar hutang.
Lagipula berdasarkan pernyataan yang dirilis oleh Pertamina, kenaikan ini terjadi secara bertahap, tidak langsung signifikan. Hal itu ditunjukkan pada kerangka di bawah ini:
Pertama:Â pada tahun 2014, kenaikan Rp. 1000/Kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 6.944/Kg di Juli 2014. Estimasi harga di tingkat konsumen Rp. 8.640/Kg (Rp. 103.700/tabung);
Kedua:Â pada tahun 2015, kenaikan Rp. 1.500/Kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 9.944/Kg di Juli 2015. Estimasi harga di tingkat konsumen Rp. 12.250/Kg (Rp. 147.000/tabung);
Ketiga:Â pada tahun 2016, kenaikan Rp. 1.500/Kg pada Januari dan Rp. 500/Kg pada Juli menjadi Rp. 11.944/Kg pada Juli 2016. Estimasi harga di tingkat konsumen Rp. 14.600/Kg (Rp.175.900/tabung).
Langkah menaikkan elpiji juga seharusnya disambut apresiasi positif dari masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun dari pertamina, bahwa jika kita melakukan studi komparasi harga ke negara-negara lainnya, maka Indonesia merupakan negara yang paling murah. Menurut pemaparan pihak Pertamina, harga elpiji di Indonesia berada pada kisaran Rp. 7.700 – Rp. 14.300/Kg. Bandingkan dengan harga elpiji di India yang mencapai Rp. 12.600/Kg atau Jepang Rp. 20.000/Kg. Di China, harga elpiji antara Rp. 17.000 – Rp. 21.000/Kg, di Korea mencapai Rp. 17.000/Kg, malah di Filipina berada pada angka Rp. 24.000/Kg.
Oleh karena itulah, sudah seharusnya kenaikan ini kita sambut dengan positif. Terlalu banyak subsidi tentu dampak buruknya selain rakyat menjadi kurang bekerja keras. Karakter bangsa Indonesia yang cenderung menginginkan harga yang murah. Kenaikan ini juga sasarannya bukan masyarakat menengah ke bawah, namun cenderung manusia menengah ke atas. Harapannya kenaikan ini dapat mengurangi kerugian pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H